Bukan rahasia umum lagi, pergantian Pegawai Negeri Sipil dilingkup
kota Baubau dinilai suka dan tidak suka terhadap pimpinan kepada bawahannya,
faktor balas jasa karena telah membantu suksesi Pilkada, ataukah karena
kerabat, teman, dan keluarga. Realita ini bisa dilihat pada pelantikan PNS
Jilid III di Aula Palagimata, Jum’at 26 April 2013, kali ini walikota baubau
melantik 261 Pejabat eselon II, III, IV, Pengawas dan Kepala Sekolah.
Memang ada pro kontra terkait dengan pergantian Pegawai
Negeri Sipil. Yang pertama : Disatu sisi mutasi jabatan membuka kesempatan bagi pegawai yang
akan menempati posisi
baru, namun disisi lain pergantian/mutasi jabatan sangat tidak tepat karena
saat ini masyarakat bukan mengaharapkan pergantian/mutasi jabatan. Bagaimana
tidak, semenjak dilantiknya Walikota dan Wakil Walikota/Tampil-Mesra belum memberikan
efek positif bagi keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Terbukti kurang dari beberapa bulan ini, kinerja pemerintah kota Baubau seharusnya konkrit sudah
bisa mewujudkan program kerja 100 hari
pemerintahan Tampil-Mesra, namun kali ini Walikota baubau lebih mensejahterakan
kepentingan pejabat (kelompok elit) atau lebih dikenal dengan bagi-bagi jabatan
dalam pemerintahan.
Memang hal ini menjadi kewenangan kepala daerah, namun
pemerintah harus memahami etika politik dalam pemerintahan. Etika politik dalam
pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien,
dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan
keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai
perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih
benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia serta keseimbangan hak dan
kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Maka dengan adanya etika ini diharapkan
mampu membangkitkan kepekaan birokrasi dalam melayani kepentingan masyarakat.
(Nicholas Henry, 1988)
Kedua, pemutasian pegawai secara besar-besaran yang sudah
masuk pada perombakan jilid III dinilai tidak etis secara sosial politik karena saat ini masyarakat masih
dililit kesulitan ekonomi. Masyarakat mempertanyakan tugas dan kewenangan
walikota hanya sibuk mengurus kepentingan kelompok elit.
Ketiga, penyegaran birokrasi melalui pemutasian hingga non
job membuat citra birokrasi menjadi buruk, kebijakan itu
mengundang reaksi dari
PNS lingkup kota baubau. Mereka melakukan aksi mogok kerja dan mendatangi
kantor DPRD kota baubau, cara seperti itu mengingatkan kita pada hari Buruh Se
Dunia pada tanggal 1 Mei lalu (May day),
para buruh melakukan aksi didepan gedung DPR RI, mereka menuntut kesejahteraan
Buruh. Dua konteks yang jauh berbeda antara Buruh dan Pegawai Negeri Sipil
(PNS) ketika puluhan PNS mendatangi Kantor DPRD Kota Baubau,
namun bedanya para PNS
ini menuntut jabatan mereka yang hilang, sementara mereka tak sedikitpun
memikirkan masyarakat yang hilang akan pekerjaanya.
Memang sangat ironi ketika pegawai yang berstatus non job/dimutasi, tidak mau menerima kenyataan
pahit ini. Padahal sebenarnya mereka siap ditempatkan dimana saja termasuk
menerima segala konsekwensi dari atasan.
Masyarakat menilai para pegawai seharusnya tidak pantas
dengan melakukan aksi mogok kerja, kewajiban mereka seharusnya bagaimana
melayani masyarakat dengan baik dan bukan melakukan aksi protes kepada
pimpinannya karena masalah jabatan. Sebab hak PNS sepenuhnya sudah diatur oleh
negara.
Disisi lain, pemerintah sama sekali tidak memperhatikan sumber
daya aparaturnya. Sebab, harus dibangun
standar kompetensi setiap jabatan dan pekerjaan yang dapat mengikuti standar
kinerja dan kualifikasi internasional. Wujud aparatur masa depan penampilannya
harus profesional sekaligus taat hukum, rasional, inovatif, serta memiliki
intregitas yang tinggi serta menjunjung tinggi etika administrasi publik dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dampak dari kebijakan Tampil Mesra
untuk merubah kabinet langsung dilawan oleh beberapa PNS lingkup kota baubau.
Hal ini justru menimbulkan respons negatif tidak hanya dari dalam birokrasi
tetapi juga buruk berdasarkan penilaian dimasyarakat.
Kita menginginkan birokrasi yang terdiri atas manusia-manusia
yang berkarakter. Karakter yang dilandasi oleh sifat-sifat kebajikan akan
menghasilkan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan masyarakat dan mencegah
tujuan menghalalkan segala cara. Karakter ini harus ditunjukan bukan hanya
dengan menghayati nilai-nilai kebenaran dan kebajikan yang mendasar, tetapi
juga nilai-nilai kejuangan. Hal terakhir ini penting karena dengan semangat
kejuangan itu seorang birokrat, meskipun dengan imbalan yang tidak terlalu
memadai akan sanggup bertahan dari godaan untuk tidak berbuat yang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan.
Seperti yang dicita-citakan oleh kaum “Administrasi Negara
Baru” birokrasi kita hendaknya memilliki semangat keadilan sosial, yang
tercermin dalam keberpihakan yang lemah dalam kebijakan-kebijakan dan tindakan-tindakannya.
Oleh karena itu besar harapan kita agar terwujudnya pemerintahan yang baik di
era Tampil Mesra 5 tahun mendatang.
0 komentar:
Post a Comment