Sungguh ironi, ketika dokter menjadi alergi pada pasiennya dan rumah sakit menjadi tempat perawatan bagi keluarga dan anak-anak sang raja. Saya hampir tak menyangka, begitu teganya petugas medis membuang pasiennya dari rumah sakit, seseorang yang sedang sakit dan membutuhkan bantuan dari jasa dokter.
Di usianya yang renta, nasib menimpa
Suparman bin Sairun alias Mbah Edi (63) yang dibuang dari rumah sakit dr. A.
Dadi Tjokrodipo (RSUDDT) Bandar Lampung dengan alasan yang tidak jelas. Kondisinya sangat memprihatinkan, seharusnya pasien ini mendapat perhatian khusus.
Kejadian
yang menimpa pasien rumah sakit dr. A. Dadi Tjokrodipo (RSUDDT) ini, mengingatkan
saya pada satu kasus yang pernah dialami oleh pasien di salah satu RSUD dikota
Baubau tahun 2009 lalu, seorang ibu hamil yang hendak melahirkan. Ia menjadi salah satu pasien rawat inap rumah sakit. Setelah bebarapa hari dirawat diruang bersalin, ibu itu akhirnya
dikaruniai seorang anak laki-laki, kebahagiaan mereka begitu dirasakan setelah mendapatkan buah
hati mereka yang lahir dengan selamat. Tapi sayang, rupanya rasa itu tidak begitu lama, saat petugas memberikan nota tagihan atas biaya yang harus diselesaikan selama berada
dirumah sakit. Melihat total dari biaya melahirkan, harga obat dan nginap. Sontak, ibu yang
belum lama melahirkan itu bingung dengan jumlah yang melangit. Niat sang ibu
untuk membawa pulang buah hatinya terhenti karena harus melunasi ongkos
rumah sakit. Moh. Chalik nama si bayi mungil itu, terpaksa ia harus bertahan
didalam tabung bayi di ruang bersalin, saat itu ia dipisahkan dari ibunya untuk
sementara waktu.
Keluarga
Moh.Chalik memang tergolong warga yang kurang mampu sehingga biaya rumah sakit
tak mampu mereka bayar, pihak rumah sakit waktu itu sengaja menahan bayi dari
ibu Moh.Chalik sebagai jaminan agar bisa melunasi semua biaya yang dibebankannya. Ayah
Moh.Chalik hanyalah tukang ojek yang bermodalkan motor rekannya, pekerjaannya
menjadi tukang ojek dengan berpenghasilan rendah sedangkan isterinya tak
mempunyai pekerjaan tetap. Kehidupan keluarga Moh. Chalik memang serba kekurangan,
mungkin kebahagiaan mereka peroleh hanya saat setelah bayi mungil pertama yang
dilahirkannya sehat dan selamat, bayi yang seharusnya mendapat kehangatan dari
pelukan sang ibu, saat itu harus terpisah dari ibunya. Bayi itu terpaksa harus
dipisahkan karena dikhawatirkan akan dibawa pulang, bayinya menjadi
jaminan atas biaya persalinan. Andai saja bayi mungil itu mengetahui kalau
dirinya menjadi jaminan atas biaya rumah sakit, mungkin saja dia memilih untuk
tidak lahir ditempat itu.
Mendengar kejadian itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Baubau langsung melakukan investigasi. Dari keterangan yang
diperoleh melalui keluarga Moh. Chalik, benar mereka mendapatkan perlakuan yang sebelumnya mereka tak duga. “kita belum bisa pulang, kecuali kita kasih lunas dulu biaya
persalinan ditambah biaya nginap disini, bisa kita pulang tapi anakku dititip
dulu”, kata sang ibu. Mendengar pernyataan itu, LBH Baubau langsung melakukan
upaya mediasi bersama pihak rumah sakit. Dari keterangan diperoleh, pihak rumah
sakit membenarkan jika si pasien memang tak sanggup untuk menebus biaya
administrasi persalinan selama berada disini, "olehnya itu kita tahan dulu bayinya", kata sang dokter.
Dari jawaban itu, LBH Baubau
sangat menyayangkan kebijakan rumah sakit yang tak memberi toleransi waktu bagi
si pasien agar bisa melunasi semua biaya yang dibebankannya, LBH Baubau mengambil inisiatif dengan melakukan penggalangan
dana untuk membantu biaya persalinan keluarga Moh.Chalik.
Aksi kemanusiaan itu dilakukan beberapa hari untuk mencukupi biaya persalinan ibu Moh.Chalik, berkat bantuan dari masyarakat, hasil yang didapat cukup untuk
membebaskan bayi mungil Moh. Chalik dari penyanderaan pihak rumah sakit.
langkah ini diambil sebagai bentuk keprihatinan kita atas warga miskin yang tak
mampu membayar ongkos rumah sakit.
Memang
benar apa yang pernah ditulis oleh Eko Prasetyo dalam bukunya “Orang Miskin
Dilarang Sakit”, rumah sakit lebih mengutamakan pasien yang mempunyai kapital
dan mereka mendapatkan pelayanan paling istemewa dibanding dengan pasien miskin
yang kurang mendapat perhatian.
Kejadian
yang menimpa Suparman bin Sairun alias Mbah Edi, pasien yang dibuang dari rumah
sakit dr. A. Dadi Tjokrodipo (RSUDDT) di
Bandar Lampung dan Keluarga Moh. Chalik yang datang bersalin dirumah sakit,
hanya sedikit dari banyaknya persoalan pelayanan rumah sakit yang tak memberi
ruang bagi warga miskin untuk berobat.
0 komentar:
Post a Comment