Wednesday, February 12, 2014

Rusaknya Pelayanan di Rumah Sakit


Sungguh ironi, ketika dokter menjadi alergi pada pasiennya dan rumah sakit menjadi tempat perawatan bagi keluarga dan anak-anak sang raja. Saya hampir tak menyangka, begitu teganya petugas medis membuang pasiennya dari rumah sakit, seseorang yang sedang sakit dan membutuhkan bantuan dari jasa dokter.

Di usianya yang renta, nasib menimpa Suparman bin Sairun alias Mbah Edi (63) yang dibuang dari rumah sakit dr. A. Dadi Tjokrodipo (RSUDDT) Bandar Lampung dengan alasan yang tidak jelas. Kondisinya sangat memprihatinkan, seharusnya pasien ini mendapat perhatian khusus.

Kejadian yang menimpa pasien rumah sakit dr. A. Dadi Tjokrodipo (RSUDDT) ini, mengingatkan saya pada satu kasus yang pernah dialami oleh pasien di salah satu RSUD dikota Baubau tahun 2009 lalu, seorang ibu hamil yang hendak melahirkan. Ia menjadi salah satu pasien rawat inap rumah sakit. Setelah bebarapa hari dirawat diruang bersalin, ibu itu akhirnya dikaruniai seorang anak laki-laki, kebahagiaan mereka begitu dirasakan setelah mendapatkan buah hati mereka yang lahir dengan selamat. Tapi sayang, rupanya rasa itu tidak begitu lama, saat petugas memberikan nota tagihan atas biaya yang harus diselesaikan selama berada dirumah sakit. Melihat total dari biaya melahirkan,   harga obat dan nginap. Sontak, ibu yang belum lama melahirkan itu bingung dengan jumlah yang melangit. Niat sang ibu untuk membawa pulang buah hatinya terhenti karena harus melunasi ongkos rumah sakit. Moh. Chalik nama si bayi mungil itu, terpaksa ia harus bertahan didalam tabung bayi di ruang bersalin, saat itu ia dipisahkan dari ibunya untuk sementara waktu.

Keluarga Moh.Chalik memang tergolong warga yang kurang mampu sehingga biaya rumah sakit tak mampu mereka bayar, pihak rumah sakit waktu itu sengaja menahan bayi dari ibu Moh.Chalik sebagai jaminan agar bisa melunasi semua biaya yang dibebankannya. Ayah Moh.Chalik hanyalah tukang ojek yang bermodalkan motor rekannya, pekerjaannya menjadi tukang ojek dengan berpenghasilan rendah sedangkan isterinya tak mempunyai pekerjaan tetap. Kehidupan keluarga Moh. Chalik memang serba kekurangan, mungkin kebahagiaan mereka peroleh hanya saat setelah bayi mungil pertama yang dilahirkannya sehat dan selamat, bayi yang seharusnya mendapat kehangatan dari pelukan sang ibu, saat itu harus terpisah dari ibunya. Bayi itu terpaksa harus dipisahkan karena dikhawatirkan akan dibawa pulang, bayinya menjadi jaminan atas biaya persalinan. Andai saja bayi mungil itu mengetahui kalau dirinya menjadi jaminan atas biaya rumah sakit, mungkin saja dia memilih untuk tidak lahir ditempat itu. 

Mendengar kejadian itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Baubau langsung melakukan investigasi. Dari keterangan yang diperoleh melalui keluarga Moh. Chalik, benar mereka mendapatkan perlakuan yang sebelumnya mereka tak duga. “kita belum bisa pulang, kecuali kita kasih lunas dulu biaya persalinan ditambah biaya nginap disini, bisa kita pulang tapi anakku dititip dulu”, kata sang ibu. Mendengar pernyataan itu, LBH Baubau langsung melakukan upaya mediasi bersama pihak rumah sakit. Dari keterangan diperoleh, pihak rumah sakit membenarkan jika si pasien memang tak sanggup untuk menebus biaya administrasi persalinan selama berada disini, "olehnya itu kita tahan dulu bayinya", kata sang dokter.

Dari jawaban itu, LBH Baubau sangat menyayangkan kebijakan rumah sakit yang tak memberi toleransi waktu bagi si pasien agar bisa melunasi semua biaya yang dibebankannya, LBH Baubau mengambil inisiatif dengan melakukan penggalangan dana untuk membantu biaya persalinan keluarga Moh.Chalik. 

Aksi kemanusiaan itu dilakukan beberapa hari untuk mencukupi biaya persalinan ibu Moh.Chalik, berkat bantuan dari masyarakat, hasil yang didapat cukup untuk membebaskan bayi mungil Moh. Chalik dari penyanderaan pihak rumah sakit. langkah ini diambil sebagai bentuk keprihatinan kita atas warga miskin yang tak mampu membayar ongkos rumah sakit.

Memang benar apa yang pernah ditulis oleh Eko Prasetyo dalam bukunya “Orang Miskin Dilarang Sakit”, rumah sakit lebih mengutamakan pasien yang mempunyai kapital dan mereka mendapatkan pelayanan paling istemewa dibanding dengan pasien miskin yang kurang mendapat perhatian.

Kejadian yang menimpa Suparman bin Sairun alias Mbah Edi, pasien yang dibuang dari rumah sakit dr. A. Dadi Tjokrodipo (RSUDDT)  di Bandar Lampung dan Keluarga Moh. Chalik yang datang bersalin dirumah sakit, hanya sedikit dari banyaknya persoalan pelayanan rumah sakit yang tak memberi ruang bagi warga miskin untuk berobat.
  

             

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts