Ditengah
situasi yang sulit, Hamidin lelaki kelahiran Kolaka Sulawesi Tenggara 09
Desember 1988 ini menjalani hari-harinya dengan penuh tantangan dan cobaan,
hebatnya ia sangat mensyukuri segala sesuatu yang ia dapat. Dalam hidupnya, ia
tak pernah mengenal kata putus asa, sampai-sampai ia harus mengulangi dua kali Ujian
Nasional karena tak lulus-lulus. Semangatnya tak pernah padam, ia kembali
mengikuti ujian dengan mengambil ujian paket. Setelah dinyatakan lulus, ia
kembali melawan kerasnya hidup ditengah situasi yang semakin sulit.
![]() |
Hamidin Usai Wisuda |
Semenjak
kepergian ibunya, Hamidin yang saat itu masih duduk dibangku sekolah menengah
pertama (SMP) harus tegar diusianya masih sangat muda. Masa-masa sulit mulai
dilewati hamidin, setumpuk harapan untuk membalas jasa sang ibu kandas di saat
ia masih remaja. Hamidin adalah anak ke empat dari lima
bersaudara, adiknya masih kecil, tanggung jawab hamidin adalah bagaimana
menyekolahkan adiknya hingga lulus sekolah.
Kehidupan
terus berlanjut, hamidin kembali mendapat cobaan. Semenjak ditinggal sang ibu, ayahnya
mulai sakit-sakitan. Ayah hamidin adalah sosok yang sangat tegar, semenjak
kepergian istrinya, ia mulai menjalani hari-harinya dengan seorang diri. Kelima
anaknya memang sedang ber sekolah diluar kota Kolaka. Hamidin yang saat itu sudah
lulus SMP, akan melanjutkan sekolahnya ke Madrasah Aliah Negeri (MAN) Kota
Kendari, sementara ketiga kakaknya juga melanjutkan studi pada salah satu
perguruan tinggi di Kota yang sama dengan hamidin bersekolah. Memang itu adalah
motivasi sang ayah yang mendorong anak-anaknya untuk tetap lanjut sekolah. Ayah
Hamidin hanyalah seorang pensiunan disalah satu perusahan ternama di Kota Kolaka,
sementara almarhum ibunya hanyalah ibu rumah tangga. Itulah motivasi sang ayah yang
kerap disampaikan ke anak-anaknya, suatu saat nanti anak-anaknya akan menjadi
orang-orang yang berhasil yang dekat dengan ilmu pengetahuan.
Ditahun
2004 silam saat setelah ia ditinggal pergi ibunya, Hamidin diperhadapkan dalam
situasi yang sulit. Ia mendapat kabar kalau ayahnya telah menghadap sang
khalik, ia kembali terpukul. Cobaan kembali melandanya, hamidin merasa sangat
kehilangan. Belum lama ia ditinggal ibunya, kini ayah yang menjadi panutan harus
pergi menghadap yang maha kuasa, pergi untuk selama-lamanya. Ayahnya meninggal
di tahun 2007 lalu. Kehidupan yang dialami hamidin memanglah tak mudah, ia jauh
dari kehidupan kebanyakan orang lain yang masih merasakan hangatnya suasana
didalam keluarga. Hamidin yang saat itu duduk dibangku sekolah menengah atas,
menjadi tak fokus mengikuti mata pelajaran yang ia terima saat disekolah.
Hamidin
mempunyai sejuta harapan, ia berencana melanjutkan studinya di jenjang yang
lebih tinggi lagi. Rencananya ia mau kuliah, sama dengan teman-teman lainnya.
Tapi kenyataan itu masih jauh dari harapan, ditengah situasi yang sulit ia
belum bisa bersama-sama kawan lainnya untuk melanjutkan studi. Saat itu, kedua
kakaknya sudah berumah tangga sementara adiknya tinggal bersama pamannya untuk
melanjutkan sekolah menengah atas disana, ia harus berkerja kesana kemari untuk
menyambung hidup. Tak peduli pekerjaan seperti apa yang akan ia lakukan selagi
itu halal.
Melihat
peluang kerja dikota itu sangat susah, seorang teman mengajaknya untuk datang
ke Kota seribu benteng. Harapannya, di Kota itu ia akan mendapatkan pekerjaan
dan kehidupan baru yang menjanjikan. Setibanya di Kota Baubau, ia tinggal
bersama teman semasa SMA nya dulu. Namun tidak berapa lama ia tinggal
bersamanya, Hamidin yang saat itu pendatang baru harus mencari tempat hunian.
Ia menawarkan diri untuk berkerja pada salah satu pengetikan komputer dan
akhirnya ia diterima ditempat itu. Hamidin sangat mensyukuri saat ia diterima
untuk berkerja sebagai juru ketik, apalagi makan dan tempat tinggal disedikan
oleh pemilik usaha rental komputer itu.
Kehidupan
baru ia mulai dari tempat itu, setahun sudah hamidin berkerja sebagai juru
ketik, sampai akhirnya ia sadar, kalau ia sudah melewatkan cita-citanya dulu,
ia terbangun dari mimpi-mimpinya dan akhirnya sadar jika beberapa tahun lalu ia
mempunyai cita-cita untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi. Setelah
beberapa hari menimbang-nimbang keinginannya, akhirnya ia memberanikan diri
untuk berbicara dengan bos tempat ia berkerja. Permintaannya direspon baik oleh
sang bos, hamidin sangat senang mendengarnya. Ia diberi ruang untuk kuliah,
biaya pendaftaran masuk kuliah akan dibayarkan oleh bos dengan catatan gaji
hamidin akan dipangkas setiap bulannya. Gaji hamidin tidaklah banyak, untuk
pembayaran iuran semester memanglah tak cukup. Itulah sebabnya hamidin mencari
sampingan lain untuk menutupi pembayaran iuran semester. Ia tak menyangka,
sebab di tengah situasi yang begitu sulit ia bisa menjawab setumpuk harapan
yang telah lama ia pendam. Cita-citanya untuk kuliah sudah lama ia impikan.
Dua
tahun berlalu, ia sudah merasakan bagaimana menjadi seorang mahasiswa didalam
kampus yang sudah menguras banyak isi dompetnya. Saat itu hamidin sudah tak lagi berkerja
di rental pengetikan tempat biasa, hamidin menghabiskan hari-harinya di depan
monitor komputer dengan lembar-lembar kertasnya. Ia meminta untuk berhenti berkerja
ditempat itu, sebab ia mendapat sedikit kesalah pahaman antara sang bos dan
dia. Konon, sang bos saat itu menegur hamidin karena ia sengaja menumpahkan
botol tinta print hingga sang bos beralasan jika hamidin sudah tak senang
berkerja menjadi bawahannya. Padahal hamidin tak menyenggol atau bahkan sengaja
menumpah cairan tinta itu. Tanpa panjang lebar, hamidin yang lagi dilanda
banyak masalah memutuskan untuk pamit dari tempat ia biasa berkerja. Ia kembali
menjalani hari-harinya dengan pindah dari rumah ke rumah, saat itu adalah masa-masa
sulitnya sebab ia diharuskan untuk menyelesaikan iuran semester karena sebentar
lagi menghadapi ujian semester. Semenjak ia tak berkerja lagi, keuangan hamidin
tak mencukupi lagi untuk membayar iuran semester. Ia hampir putus asa dan tak
melanjutkan lagi kuliahnya. Hamidin coba menghubungi kakak-kakannya yang saat
itu berada di kendari, namun jawabannya pun sama. Kakaknya tak bisa memenuhi
permintaan dari hamidin, sebab kondisi ekonomi kakak hamidin masih berada pada
jalur yang sama dengan kondisi ekonomi hamidin saat ini.
Tak
berapa lama, hamidin diterima lagi pada salah satu jasa foto copy, tempatnya
tak jauh dari kampus tempat ia kuliah. Hamidin dipercayakan kembali untuk
mengurusi ketik-mengetik. Dari penghasilannya, akhirnya ia bisa menutupi iuran
semester dan kembali melanjutkan studinya. Ia sangat bersyukur bisa mengikuti
ujian semester dan melanjutkan kuliahnya sampai akhirnya ia mendapatkan
beasiswa dari kampus bagi mahasiswa yang kurang mampu. Ia sangat berterima
kasih kepada kampus yang masih mau membantu setiap mahasiswa yang
bersungguh-sungguh untuk mengenyam pendidikan.
April
2014, malam itu hamidin baru saja mengikuti proses yudisium. Itu berarti,
hamidin sudah menyelesaikan semua mata kuliah dari proses perkuliahan selama
ini dan dinyatakan memenuhi syarat yang selanjutnya dikukuhkan sebagai seorang
sarjana. Ia tak menyangka kalau sudah berada pada titik dimana ia sejak lama
menantikan momen seperti ini. Hamidin sudah membuktikan kepada
mahasiswa-masiswa lain, jika tak ada kata putus asa, doa dan usahanya selama
ini dijawab dengan gelar kesarjanaannya. Jelang ia akan di wisuda, hamidin
berencana akan mengundang sang kakak untuk mendampinginya di wisuda nanti. Saat
itu ia sudah menghubungi kakaknya yang berada di Kota Kendari dan sang kakak
pun akan datang. Ini kali pertamanya sang kakak datang mengunjungi hamidin, padahal
semenjak beberapa tahun hamidin tinggal di Baubau tak ada seorang pun keluarga ataupun
kakaknya yang mengunjunginya. Ia hanya bersua lewat telepon saja.
Saat dinantikanpun tiba,
hamidin mengenakan baju toga dan duduk berada dikerumunan alumnus lainnya
sementara sang kakak duduk bersama tamu undangan. Ditengah suasana
haru, hamidin hanya ditemani oleh kakaknya. Kini, giliran hamidin untuk menaiki
podium tempat berkumpulnya para bejabat dan petinggi kampus. Rektor berada pada
barisan terdepan dan dikawal oleh para wakil-wakilnya, setiap saat ia harus
memindahkan tali topi toga dan berjabat tangan kepada mereka yang baru saja
dilantik. Hamidin adalah satu diantara ribuan alumni yang mengikuti proses
wisuda hari itu, ada banyak orang yang sudah berada pada titik klimaks
kebahagiaan dan mendapatkan gelar kesarjanaan, tapi tak banyak orang seperti
hamidin yang susah payah menaiki puncak yang penuh dengan rintangan dan cobaan
untuk menyelesaikan kuliah di era serba mahal ini. Dengan satu keyakinan
dan usaha yang kuat ia bisa menjawab mimpi-mimpinya yang nyaris patah.
Baubau, 28 April 2014
0 komentar:
Post a Comment