Lebaran belum lama berlalu, banyak dari kita memanfaatkan hari libur lebaran dengan mengunjungi rumah keluarga atau berekreasi kesuatu tempat wisata. Ini adalah moment dimana orang-orang yang setiap harinya sibuk dengan pekerjaan bisa meluangkan waktu bersilaturahim atau menikmati laut dihamparan pasir putih bersama keluarga.
![]() |
Sumber: Senja di Pantai Nelayan |
Berwisata dialam bebas menjadi barang mahal yang diburu banyak wisatawan, tak tanggung-tanggung mereka mengularkan biaya yang cukup banyak hanya untuk berwisata. Sebenarnya berwisata dialam terbuka tak semahal dengan berwisata ditempat tertutup dan disungguhi banyak fasilitas mewah, mulai dari biaya tiket masuk, bayar tempat, sampai memakai fasilitas penunjang lainnya.
![]() |
Sumber: Gode-Gode di Desa Paria |
Di pulau Buton, banyak tempat yang menjadi lokasi wisata untuk mengisi hari libur. Para pengunjung pun tak perlu menyiapkan banyak modal untuk mengunjunginya, pantai menjadi tempat yang paling diincar untuk berwisata, apakah itu warga lokal ataupun warga asing. Tempat-tempat wisata yang ramai dikunjungi memanglah mengasikan, para pengunjung memenuhi bibir pantai untuk mandi, mengabadikan momen atau sekedar menikmati indahnya matahari tenggelam.
Bagi saya, berwisata ditempat keramaian atau sekedar bermain diatas pasir putih jauh lebih mengasikan bila kita berpetualang disebuah desa yang jarang dikunjungi oleh para wisatawan, mungkin bayangan mereka didesa tak ada tempat yang senyaman ditempat lain, padahal di desa cukup banyak lokasi wisata yang belum disentuh oleh kecanggihan alat-alat modern, memanglah fasilitasnya tak sebagus objek wisata pantai Ancol, atau water bom lainnya. Di pantai desa hanya ada perahu, pohon nyiur, dan tempat duduk yang kami sering sebut “Gode-Gode”. Tidak hanya itu, di desa kita bisa berjumpa dengan masyarakat yang masih ramah, para nelayan yang merajut jaring ikan, dan ibu-ibu yang sedang menyiapkan ikan bakar plus kasoami makanan khas daerah kami.
Desa adalah sasaran objek wisata kami, saya dan rekan-rekan menempuh perjalanan cukup jauh dari Kota Baubau. Jalanan yang kami lewati memanglah tak semulus jalan tol ibukota atau jalan beraspal mulus kota-kota besar lainnnya. Jalanan ke desa yang kami lewati masih rusak parah. Diatas jalan berlubang itu kami diguncang selama berada didalam mobil yang kami tumpangi, memang perjalanan ini sangat melelahkan namun semua terbayarkan saat kami tiba ditempat tujuan, sebuah perkampungan nelayan yang dikenal dengan desa terapung.
Desa ini dihuni mayoritas masyarakat suku bajo, warga setempat kerap menyebutnya kampung terapung, huniannya dibangun diatas laut yang berbahan kayu dan seadanya. Masyarakat suku bajo hidup sangat sederhana dan rukun, mereka menjadikan laut sebagai sumber mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka meyakini laut merupakan warisan dari nenek moyang, olehnya itu kelestarikan ekosistem dilaut adalah suatu keharusan yang mesti dijaga.
![]() |
Sumber: Kampung Terapung Suku Bajo |
Saat memasuki kampung itu, kami disambut dengan keceriaan dari anak-anak suku bajo. Mereka berlarian saat mobil kami terhenti didepan pintu masuk kampung mereka. Anak-anak itu sangat senang dengan kedatangan kami, kita dianggapnya “mainan” yang menghibur hati mereka disaat anak-anak itu tak bisa menjangkau banyak tempat taman bermain.
Dari anak-anak itu, kami dilihatnya asing. Saat berjalan menyusuri jalan kampung itu, ada banyak pasang mata tertuju pada kami. Anak-anak suku bajo itu langsung mengajak kami untuk berkeliling kampung mereka, melihat satu persatu rumah dan seakan memperkenalkan kepada kami keluarga besar mereka. Anak-anak itu seperti pemandu wisata yang sedang memperkenalkan kepada kami tempat-tempat wisata. Kami seperti berada dalam perjalanan wisata di sebuah negara luar, ada banyak hal baru dari kehidupan mereka yang baru kami ketahui, banyak pengetahuan yang kami dapat dikampung itu, mereka memberikan banyak pengalaman baru buat kami.
Dari jauh, kami melihat mentari tepat sudah berada diatas garis horizontal laut, tak terasa kita sudah dipenghujung, waktu sudah sore. Anak suku bajo itu menunjuk kearah matahari dan memberitahu kami jika itu adalah sinar emas diatas laut. Anak-anak itu seringkali berada diujung jembatan jalan kampung, menyaksikan matahari perlahan tenggelam diufuk barat, kami pun ikut menyaksikan peristiwa alam itu. Kami dimanjakan dengan keindahan panorama laut di atas kampung terapung yang dihuni suku bajo sebuah desa terpencil di pulau Buton, sungguh indah.
Kehidupan masyarakat desa, memanglah sangat terbatas. Pendidikan dan kesehatan amatlah penting untuk saat ini, mereka banyak menaruh harapan atas pembangunan infrastruktur didalam kampung mereka. Namun, ditengah kesulitan masyarakat desa, masih ada yang memanfaatkan desa untuk kepentingan lain. Kita sangat mengharapkan sumber daya manusia perlu dibangun sejak dini agar mereka banyak mengetahui jika masyarakat desa lah yang sangat berperan untuk membangun negeri ini.
Dari desa terpencil itu, kami mendapatkan banyak hal untuk dipelajari, mulai dari kehidupan mereka yang bergantung kepada alam sampai dengan menikmati panorama laut dari atas kampung terapung dan menyaksikan langsung sang surya bersama anak-anak suku bajo. Petualangan dari wisata libur lebaran kami manfaatkan disebuah desa terpencil. Wisata kami murah meriah namun banyak mendapatkan banyak pengetahuan dari sebuah kehidupan masyarakat desa.
Buton, 02 Agustus 2014
0 komentar:
Post a Comment