Dipagi buta, hujan masih cukup deras. Namun semua barang bawaan telah kami kemasi untuk dimasukan kedalam mobil yang kami tumpangi, usai sholat subuh kami sudah bersiap untuk melaju diatas jalan, kondisinya memang masih basah pertanda perjalanan mesti dengan kehati-hatian. Sang fajar mulai menaiki bukit, hari itu adalah hari yang sangat melelahkan buat kami, perjalanan yang kami tempuh memanglah jauh ditambah kondisi jalan yang rusak parah.
Kabupaten Buton Utara adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, Buton Utara memililki banyak potensi bahan tambang salah satunya adalah tambang aspal. Ironinya jalan yang menghubungkan antara Kabupaten Buton dan Kota Baubau masih dalam kondisi rusak parah alias belum di aspal. Konon ini pemda setempat masih menunggu kucuran dana dari pusat. Sekalipun demikian, mestinya pemerintah daerah berinisiatif sajalah dulu untuk memperbaikinya sambil menunggu bantuan dana.
Cukup lama masyarakat setempat merasakan “ganasnya” kondisi jalan berlumpur itu, tentu ini sangat merugikan mereka yang tinggal di Buton Utara. Sudah pasti ini mempengaruhi perekonomian suatu daerah, mobil-mobil pengangkut barang dari kota Baubau yang dibawa ke Buton Utara kandas dijalan berlumpur itu bahkan tak jarang ada yang terbalik. Mobil penumpang yang setiap harinya beroprasi pun banyak yang rusak akibat kondisi jalan yang semakin rusak parah. Akses pelayanan yang begitu lamban dikarenakan beberapa perkantoran berada cukup jauh dengan tempat tinggal penduduk. Sejak memisahkan diri dari Kabupaten Muna, daerah ini perlahan mulai melakukan pembangunan dengan bermodalkan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup.
Perjalanan yang kami tempuh memanglah jauh, kurang lebih kami menghabiskan waktu delapan jam atau kurang lebih 193 km dari Kota Baubau. Dalam perjalanan, seringkali kami harus turun membereskan mobil yang masuk dalam kubangan lumpur, mobil yang kami tumpangi harus kami dorong keluar dari kolam ditengah jalan. sebenarnya kondisi jalan tak separah sekarang, itu karena beberapa hari terakhir ini hujan terus mengguyur wilayah itu, apalagi truk-truk bermuatan besar menambah kerusakan jalan yang kami lewati. Saat melintas, kami berjumpa dengan beberapa anak yang juga melewati jalanan itu. Mereka hendak pulang kerumah dari sekolah, dengan menunggangi sepeda motor, yang kulihat dari mereka adalah baju dan celananya bercampur lumpur. Saat kutanya, mereka baru saja terjatuh dari sepeda motor karena tergelencir dari licinnya jalan yang mereka lewati. Kedua anak itu adalah saudara kandung, kakanya adalah La Udi dan adiknya adalah La Ono.
Sekolah mereka cukup jauh dari desa yang mereka tinggal. Setiap hari kesekolah mereka menggunakan sepeda motor milik sang ayah, tampaknya mereka sudah terbiasa dengan kondisi jalan itu. Sepatu dan baju seragam sekolah miliknya disimpan baik-baik dalam tas agar tak kotor bila hendak pergi dan pulang dari sekolah. La Udi duduk dibangku kelas 1 SMA sementara La Ono masih kelas 2 SMP, kedua kakak beradik ini telah lama merasakan pahit manisnya kondisi jalan ini.
Sekolah mereka cukup jauh dari desa yang mereka tinggal. Setiap hari kesekolah mereka menggunakan sepeda motor milik sang ayah, tampaknya mereka sudah terbiasa dengan kondisi jalan itu. Sepatu dan baju seragam sekolah miliknya disimpan baik-baik dalam tas agar tak kotor bila hendak pergi dan pulang dari sekolah. La Udi duduk dibangku kelas 1 SMA sementara La Ono masih kelas 2 SMP, kedua kakak beradik ini telah lama merasakan pahit manisnya kondisi jalan ini.
Sumber: Foto Yadi La Ode |
Sumber: Foto Yadi La Ode |
Bagi mereka, jalanan ini sudah menjadi hal biasa, medan yang sering dilewatinya dianggapnya mudah saja untuk dilewati. Tapi mengapa mereka terjatuh? Saat kutanya, mereka hanya menjawab; “sebenarnya kami sudah lapar, tak kuat menahan setir motor yang kami bawa, pagi tadi kami tak sarapan dan kalau tidak salah jalanan ini tidak separah saat tadi kami lewati”,ucap sang kakak. Mungkin saja jalanan mereka lewati pagi tadi masih keras tanahnya atau mungkin para supir dari mobil truk pengangkut barang itu belum melewatinya sehingga jalanan tak separah ini. Dari anak itu juga keluar sebuah kalimat “Dulu saat pemilihan calon-calon wakil rakyat, ada banyak dari mereka berjanji untuk segera memperbaiki jalan kami”. Tanpa menunggu lama, kedua bocah itu langsung mengangkat motornya dan melanjutkan perjalanan pulang kerumah. Tak banyak kata yang keluar dari kedua anak itu. Di wajah mereka, ada sebuah pengharapan agar jalan kampung mereka secepatnya dilakukan perbaikan agar kelak mereka tak bersusah payah untuk kesekolah nantinya.
Ini menjadi pengalaman pertama saya ke ujung pulau buton, sejak lama saya sudah memimpikan untuk berpetualang ke Buton Utara yang dikenal dengan nama Ereke. Meskipun kondisi jalan rusak parah, namun saya sangat menikmati perjalanan itu, pengalaman yang sangat bermakna. Sepanjang jalan berlumpur, kami menjumpai banyak aliran sungai, hijau dari pepohonan dan beberapa jenis hewan yang berumah dihutan belantara.
Baubau, 06 Agustus 2014
0 komentar:
Post a Comment