Sumber: Foto Yadi La Ode |
***
Saat itu, tak banyak orang yang bisa memperoleh pendidikan. La Ode Manarfa adalah salah satu putra sultan diantara anak-anak sultan lain yang diutus mencari ilmu ke negeri Belanda. Ia dipercaya untuk mendapatkan beasiswa yang di peruntukkan putra-putri raja. Sebab, hanya dirinya lah satu-satunya putra sultan yang memenuhi syarat sampai pada jenjang SMA. Meski sempat berhenti sekolah, namun ia disepakati dalam forum Raja/sultan untuk melanjutkan pendidikan nya ke Belanda. Dengan begitu, keberangkatan La Ode Manarfa sebagai anak sultan adalah bukan dari utusan sultan Buton, akan tetapi keberangkatan nya atas dasar dan kesepakatan forum raja dan sultan se Sulawesi.
Selain sang ayah, ibu nya adalah sosok yang tegas dalam mendidik dan memotivasi hingga La Ode Manarfa bisa bersekolah. Saat usianya memasuki 9 tahun, ia sudah meninggalkan tanah Buton dan mengenyam pendidikan di Sulawesi Selatan. Disana, ia tinggal dirumah seseorang yang bukan bagian dari keluarganya. Meski begitu, ia tak pernah menunjukkan sikap manja sebagai anak sultan kepada siapapun. Dengan penuh kesabaran, ia berhasil menyelesaikan pendidikan sampai jenjang berikutnya.
Baginya, pendidikan menjadi amat penting di tengah keterbatasan sumber daya manusia saat itu. Sejak kecil, La Ode Manarfa telah di didik dan diharapkan oleh kedua orang tuanya untuk menjadi anak yang berguna sebagaimana pendidikan yang didapat dari putra-putra keraton lainnya. Ia memerankan diri sebagai anak-anak lain di luar dirinya sebagai anak bangsawan, tak ada jarak antara La Ode Manarfa sebagai anak Sultan dan Masyarakat.
Semenjak sekolah, La Ode Manarfa sudah banyak terlibat di kelompok kepemudaan. Di Belanda, ia aktif di Perhimpunan Pelajar Mahasiswa Indonesia (PPMI). Ia di kenal kritis dalam berbagai hal. Di Forum itu, ia melancarkan sejumlah kritikan terkait dengan agresi militer Belanda di Jogjakarta. Ia juga menjadi salah satu anggota kelompok pergerakan dalam rangka mengamankan rapat-rapat penting dan rahasia kaum pergerakan di Sulawesi Selatan dari intaian polisi rahasia Belanda. Tak banyak yang bisa sampai sekolah ke Belanda, namun La Ode Manarfa mempunyai spririt berbeda dari anak pejabat yang lain dan bisa sampai ke luar negeri.
Selama di belanda, sang istri bersama anak tercintanya lah yang selalu memberi motivasi hingga akhirnya ia dapat menyelesaikan studi dan mendapat gelar sarjana disana. Kurang lebih lima tahun mengenyam pendidikan di Belanda, ia kembali ke tanah air lalu terlibat banyak dalam pendirian perguruan tinggi di Sulawesi. Misalnya, ketika La Ode Manarfa bersama teman-temannya ikut terlibat dalam pembuatan lambang Universitas Hasanuddin. Selain aktif mengajar di kampus-kampus Sulawesi, ia di akui sebagai pendiri pada beberapa kampus dan dewan korator di UMI Makassar hingga kini. Berbagai kontribusi La Ode Manarfa pada dunia pendidikan ia torehkan dan memberi perhatian kepada generasi-generasi yang ingin melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi. Hingga kini, sebuah asrama mahasiswa di makassar telah memberi kemudahan bagi mahasiswa yang melanjutkan pendidikan ke luar pulau Buton.
Semangat membangun dunia pendidikan tentu tidak hanya tunjukan di Sulawesi Selatan saja. Sepulangnya ia di Buton, La Ode Manarfa gencar mengkampanyekan jika pentingnya sebuah pendidikan dan berharap kepada pelajar-pelajar saat itu untuk bisa melanjutkan pendidikan sampai pada jenjang perguruan tinggi. Ia lalu mendirikan kampus pertama yang kini berganti status menjadi kampus negeri dari yang sebelumnya adalah kampus swasta. Dahulu kampus itu bernama UNHOL lalu berganti nama menjadi Univesitas Halu Oleo (UHO) yang berpindah dari Buton ke Kendari sebagai ibukota propinsi.
La Ode Manarfa bersama La Ode Malim kembali mendirikan kampus sebagai wujud kecintaannya terhadap dunia pendidikan di tanah Buton. Tak banyak pelajar saat itu yang mendapatkan pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi. Melihat hal itu, La Ode Manarfa bersama La Ode Malim kembali mendirikan sebuah kampus yang di beri nama Universitas Dayanu Ikhsanuddin (UNIDAYAN) untuk membantu setiap pelajar yang melanjutkan pendidikan sampai mereka sarjana.
***
Universtias Dayanu Ikhsanuddin (UNIDAYAN), sejak tahun 1982 berdiri telah banyak memberi warna bagi dunia pendidikan di Buton. Sekian lama kampus itu berdiri, kini sudah mencetak para sarjana, magister, doctor, hingga Profesor. Cita-cita itulah yang di harapkan oleh sosok La Ode Manarfa bersama La Ode Malim untuk membangun sumber daya manusia di tanah Buton.
![]() |
Sumber : La Ode Manarfa (foto: ujungangin.blogspot.com) |
Sejak dirinya aktif sebagai rektor dan dosen, banyak hal yang di ajarkan tentang ahlak dan budaya. Sosoknya yang begitu aktif dalam setiap perkuliahan adalah kecintaannya pada dunia pendidikan. Ia banyak melatih setiap mahasiswa untuk menjadi pribadi yang tangguh, mereka dilatih untuk berbicara di atas mimbar dan di saksikan banyak orang. Ia menurunkan ilmu seni berpidato kepada mahasiswa yang di didiknya, sama seperti dirinya dulu berbicara di hadapan banyak para pejabat dan petinggi negara.
Semenjak Unidayan berdiri, secara perlahan kampus itu berkembang dan telah di huni oleh ribuan mahasiswa. Ia telah menitipkan masa depan pendidikan kepada setiap generasi. Sosok La Ode Manarfa pada dunia pendidikan di pandang sebagai seseorang yang telah membuka lebar pintu pengetahuan di Buton. Pengetahuan yang di peroleh semenjak dirinya sekolah sampai ke Belanda itu tidaklah sia-sia. Ia telah membuktikannya lewat pengabdian dan berbagai kontribusi lewat dunia pendidikan.
Dalam proses penyusunan Biografi La Ode Manarfa
"Tongkat Putra Sultan"
Baubau, 13 Desember 2014
0 komentar:
Post a Comment