Saturday, December 20, 2014

Kisah Mulia Sang Guru Honorer

Sumber: Sepasang anak sedang bermain
DI tengah lembaga penegak hukum dengan beringas memburu setiap pelaku tindak pidana korupsi, saya melihat satu obor yang menyala dan membakar jiwa tunas-tunas muda. Semangat itu datang dari seorang guru honor pada sebuah sekolah dasar. Disaat ia melihat sekian anak negeri terlibat kasus korupsi, ia tetap yakin jika bangsa ini secara perlahan akan terbebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Baginya, untuk memberantas korupsi tentu tidak hanya dengan menangkap lalu di adili lewat hukum. Namun lewat pencegahan, negara ini akan bebas dari korupsi. Maka penting setiap anak, sejak usia dini mereka sudah harus di bentuk melalui pendidikan moral yang didalamnya terdapat nilai-nilai kejujuran.    

***

PAGI itu saya mengantar adikku ke sekolah. Ia masih duduk di kelas lima sekolah dasar. Jarak antara rumah dan sekolahnya cukup jauh. Kupacu sepeda motorku dengan terburu-buru. Sebab, saat itu ia sudah agak sedikit terlambat untuk mengikuti pelajaran pertama. Setibanya di sekolah, saya lalu mengantarnya sampai ke pintu ruang kelas. Saya mecoba untuk bertemu langsung dengan guru kelasnya perihal menyampaikan keterlambatannya. Benar, ternyata sang guru sudah berada di dalam kelas dan sedang memberi pengarahan di hadapan murid-murid nya. Kata adikku, guru itu tak pernah terlambat saat kesekolah. Ia lebih dulu hadir sebelum mata pelajaran di mulai, bahkan sebelum guru-guru lain hadir di sekolah.

Guru itu sangat disiplin dengan waktu. Ia selalu mengajarkan kepada murid-muridnya jika penting untuk menghargai waktu. Salah satu perbuatan korupsi adalah ketika seseorang tak disiplin dengan waktu. Misalnya, ketika seorang pegawai di sebuah kantor yang datang kesiangan kekantornya. Nah itu juga perbuatan korupsi, korupsi dengan waktu. Itu benar, sebab ada banyak orang-orang kantoran yang tidak disiplin dengan waktu. Mereka sering datang tak tepat waktu bahkan banyak yang malas ke kantor.

Saya coba menunggu beberapa saat hingga guru itu mempersilahkan adik saya untuk masuk. Beberapa saat kemudian ia di panggil masuk untuk mengikuti pelajarannya. Belum jauh kaki saya melangkah meninggalkan ruangan kelas itu, saya mendengarkan beberapa penjelasan guru itu kepada murid-muridnya. Saya kembali mengintip dari jendela ruang kelas, ternyata sang guru sedang memberi materi pelajaran tentang arti sebuah kejujuran kepada murid-muridnya. Yang kulihat dari guru itu, ia sangat bersemangat saat memberi pelajaran meski ia hanyalah guru honorer di sekolah itu. 

Ia adalah Kasradi (34) lelaki asal Todanga Kabupaten Buton. Saya bercerita banyak dengannya usai jam mengajarnya telah selesai. Kasradi besar dari keluarga yang sangat sederhana, Ayah dan ibunya berkerja sebagai petani di sebuah desa di bawah kaki gunung Lambelu. Saat ini, dirinya hanya mampu menamatkan pendidikannya sampai pada Diploma Dua (D2) Pendidikan dengan harapan bisa melanjutkan kembali kuliahnya sampai pada strata satu. Semenjak kuliah, ia sangat gencar mengkampanyekan pendidikan anti korupsi, baik itu di dalam kampus maupun mengikuti organisasi luar kampus, ia sangat aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Beberapa kali ia mencoba untuk mengikuti tes seleksi penerimaan pegawai negeri sipil (PNS) di kota ini. Tetapi keberuntungan tidak datang begitu saja. Sebab, beberapa kali ia gagal saat mengikuti tes. Saat itu, ia sangat berharap kalau tim pemeriksa adalah orang-orang bisa di percaya dalam memeriksa setiap lembar-lembar jawaban serta objektif dalam memberi penilian.     

Beberapa hari usai mengikuti tes seleksi, ia mendapat banyak tawaran dari berbagai pihak dan meminta sejumlah uang dengan jaminan dirinya dapat lolos sebagai pegawai neger sipil. Mendengar hal itu, ia tak menanggapinya serius. Kasradi saat itu tak berkomentar banyak. Sebab, semua soal sudah dijawab dan diselesaikan dengan baik. Ia sangat yakin, tanpa membayar pun yang menentukan adalah tim pemeriksa. Namun ternyata, apa yang di harapkan sama sekali di luar dugaannya. 

Untuk kedua kalinya, namanya tak ada di lembar pengumuman hasil tes seleksi. Ia kembali tidak diterima sebagai pegawai negeri sipil usai mengikuti ujian tes yang di dibuka oleh pemerintah daerah setempat, hatinya sempat teriris saat itu. Potret pemerintah daerah yang menurutnya sangat tidak jujur dalam menjaring calon pegawai. Ia bercerita, ada banyak yang ia saksikan tentang permainan elit birokrat setiap kali penerimaan pegawai. Bahkan, ada beberapa nama-nama yang diketahuinya lulus adalah anak-anak para pejabat yang sebelumnya sudah mendapatkan jaminan. 

Bisa dibayangkan, ada ribuan calon pegawai yang mengikuti tes seleksi namun hanya beberapa ratus orang saja yang dapat di terima. Meski berkerja sebagai pegawai negeri sipil hanya salah satu pilihan diantara banyaknya pilihan lain. Ironisnya, mereka tak segan-segan membayar mahal untuk melancarkan segala urusan agar dapat diterima nantinya. Kasradi hanyalah satu diantara guru-guru lain yang  masih berstatus non pegawai. Mereka mengabdikan diri sebagai guru bantu dengan gaji tak seberapa.

Sumber: Anak-anak sedang bermain air 
Di sebuah desa, saya pernah melihat sebuah sekolah dengan kondisi bangunan yang memprihatinkan. Atapnya bocor dengan lantai ruangan sudah berlubang. Murid-muridnya di kumpul dan di ajar dalam satu ruangan saja, mulai dari kelas satu sampai kelas enam. Guru yang mengajar hanya seorang saja, entah dimana dengan guru yang lain. Padahal anak-anak di sekolah itu sangat membutuhkan tenaga pengajar dan beberapa fasilitas ruangan yang memadai. Bersekolah di desa masih sangat berbeda dengan sekolah-sekolah di perkotaan. Proses belajar mengajar di sekolah kota sudah amat nyaman, berberda dengan sekolah di desa. Anak-anak sekolah di desa masih sangat terbatas, baik itu dari tenaga pengajar yang minim maupun fasilitas pendidikan yang kurang memadai. Seringkali mereka tak belajar karena tak ada guru yang datang untuk mengajar, atau biasanya sekolah mereka di liburkan karena banjir dan atap sekolah yang bocor. Sementara sekolah-sekolah dalam kota menyediakan guru-guru terbaik dengan fasilitas ruang belajar yang nyaman.

***

Pendidikan anti korupsi sejak usia dini menjadi sangat penting saat ini. Pendidikan di mulai dari dalam keluarga itu sendiri. Orang tua menjadi guru utama yang selalu mendidik dan membentuk prilaku sang anak. Sebab, daya ingat mereka akan sangat cepat menangkap perilaku orang lain melalui keluarga, lingkungan sekitar, dan media massa. Keluarga sangat berperan penting untuk mendidik anak. Budaya sopan santun, bertindak jujur dan perbuatan baik lainnya adalah hal yang mesti tersampaikan untuk membentuk pribadi setiap anak. Tentu, semua dengan cara-cara lembut dan harmornis. 

Selain di lingkungan keluarga, pendidikan di sekolah juga sangat penting dalam mendidik anak. Melalui materi pelajaran yang di terima dari seorang guru. Sekian lama Kasradi menjadi guru honor, mendidik siswa-siswinya untuk menjadi pribadi yang baik. Ia berharap, pencegahan korupsi akan baik kalau itu dimulai sejak usia dini, sejak anak itu mulai tumbuh dengan sikap-sikap kejujuran. Sebab, kejujuran adalah jalan terbaik untuk menjauhkan mereka dari prilaku korupsi. 



Baubau, 20 Desember 2014

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts