Sunday, December 28, 2014

Pesona Pulau Hoga Wakatobi

Sumber: Pulau Hoga di Wakatobi
HOGA adalah salah satu pulau di Kabupaten Wakatobi yang cantik dan eksotis. Sejak lama tempat itu di gandrungi banyak wisatawan karena tersimpan banyak cerita tentang keindahan pesona bawah lautnya. Wakatobi merupakan akronim dari empat pulau yaitu Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Pulau Hoga berada diantara empat pulau itu. Lautnya, menjadi incaran para penyelam sebab terumbu karang tidak hanya menjadi rumah bagi ikan, tetapi menjadi tempat wisata bawah air bagi para penyelam. Ada banyak jenis ikan dan biota yang berumah di terumbu karang laut Wakatobi yang mesti di jaga dan perlu untuk di lestarikan. 

Saat itu, saya baru saja menyaksikan satu acara di layar kaca, tentang keindahan bawah laut di Pulau Wakatobi. Saat menyaksikan, saya makin penasaran dengan keindahan pulau itu. Padahal di Kota Baubau tempat saya tinggal, ada banyak teman dan tetangga rumah saya yang berasal dari Wakatobi. Tetapi saat saya menanyakan tentang keadaan Wakatobi, nampaknya mereka menjawab dengan biasa-biasa saja. Mereka hanya bercerita tentang Wakatobi yang suhunya begitu panas, tentang lautnya yang menggulung ketika musim ombak tiba, tentang kehebatan para pelaut saat mengarungi laut lepas, atau seringkali saat mereka datang dari Wakatobi, saya diberi Kasuami Pepe, makanan khas yang cukup populer dan bisa bertahan lama sampai beberapa hari.

Sumber: Mercusuar di pulau Hoga Wakatobi
Sumber: Seorang ibu sedang mengayuh perahu
Untuk kali pertama, malam itu saya menumpangi sebuah kapal menuju Wakatobi. Di atas kapal saya bersama penumpang lainnya berangkat dari pelabuhan Murhum Baubau dan keesokan pagi nya saya tiba di pelabuhan Wangi-wangi ibukota Kabupaten Wakatobi setelah sembilan jam berada di atas kapal. Sejak pagi, aktifitas warga di pelabuhan sudah ramai. Beberapa warga nampak sibuk memikul barang dari atas kapal. Tak jauh dari pelabuhan tempat saya berada, para perempuan suku bajo itu dengan kekar mengayuh setiap perahu yang mereka bawa. Perempuan-perempuan itu memuat segala jenis kebutuhan mereka. Bahkan saya sempat menyaksikan, seorang wanita tua dengan perkasa memuat batu di dalam perahu. Ia hanya seorang diri dan mengayuh secara perlahan perahu miliknya. 

Segelas teh hangat ku pesan pada seorang pelayan warung, sebelum perjalanan ku lanjutkan kembali ke pulau Kaledupa. Saya harus mencari kapal lain sebab kapal yang saya tumpangi semalam tidak berangkat lagi. Tak berapa lama, kapal yang kutunggu sudah siap berlayar menuju Kaledupa, perjalanan akan saya lanjutkan kembali. Tidak terlalu lama untuk sampai kesana, kapal harus berhati-hati sebab air laut sedang surut dan di khawatirkan akan kandas. Ternyata, saya sedang berada di atas terumbu karang yang indah itu. Saya sudah mulai melihat keindahan bawah laut Wakatobi, kapal yang ku tumpangi mencari jalur aman agar tidak menabrak terumbu karang. Dari jauh kulihat pulau Hoga, pasir putih dan pepohonan menambah kecantikan pulau itu, saya sudah tidak sabar untuk segera kesana. 

Sumber: Saat tiba di pulau Hoga
Sumber: saat anak-anak suku bajo bermain
Di pulau Kaledupa, saya tiba di desa Langgee. Sebuah desa yang konon karakteristik masyarakatnya sedikit keras. Entah mungkin karena di pengaruhi tempat tinggal mereka di antara batu-batu cadas atau mungkin saja karena mereka suka mengkonsumsi kasoami, tetapi itu semua hanya asumsi saya saja. Buktinya, selama saya berada di desa itu nampak keramahan masyarakat sangat menyambut baik setiap pengunjung yang datang di desa mereka. Masyarakat Wakatobi sangat menjaga nilai-nilai kearifan lokal sebagai kekayaan budaya. Mereka membentuk kerukunan sebagai sarana untuk menjalin silaturahmi dan untuk mempererat tali kekeluargaan. Saya kagum dengan solidaritas masyarakat disana yang saling membantu dan menjaga ikatan kekeluargaan. 

Keesokan paginya saya bersiap untuk ke pulau Hoga. Saya bersama kawan lainnya di antar menggunakan katinting sejenis perahu yang menggunakan mesin. Pulau Hoga berhadapan langsung dengan pulau Kaledupa yang jaraknya tak terlalu jauh. Saya melihat hamparan pasir putih dan rimbun pepohonan disana. Perlahan rasa penasaran saya selama ini kian terjawab saat saya tiba di pulau hoga. Hari itu, tak banyak warga yang datang berkunjung, hanya ada beberapa orang turis asing yang sedang asik berjemur di bibir pantai. Mungkin saja karena musim libur belum tiba. 

Saat menyusuri setiap jalan dan melihat langsung isi pulau, beberapa rumah huni yang di sewakan nampak sudah tak terawat lagi dan kondisinya sudah mulai lapuk. Fasilitas listrik dan air bersih juga belum tersedia di pulau itu. Pantai di pulau Hoga memang berbeda dengan pantai di pulau lain yang terkelola dengan baik. Ada beberapa tempat wisata di Wakatobi yang dikelola secara pribadi dan oleh investor. Tempat-tempat itu memungut tarif yang cukup mahal sebab pelayanan dan fasilitas sudah serba mewah. Berbeda dengan kondisi pantai di Pulau Hoga yang tak terkelola dengan baik. Nah, kalau saja pemerintah mau mengolah tempat itu dengan baik, tentu akan mengundang para wisatawan untuk tinggal berlama-lama di pulau Hoga. Tidak hanya itu, masyarakat sekitar juga akan di untungkan dengan para wisatawan yang memakai jasa transportasi laut sampai dengan rumah-rumah yang siap di sewakan kepada mereka. Yah, sudah pasti kehadiran para wisatawan itu akan meguntungkan pemerintah daerah juga pendapatan masyarakat lokal.   

Meski hanya sehari berada di pulau Hoga, namun saya menikmati betul keindahan alam Pulau itu, tentang pesona terumbu karangnya, tentang budaya dan kearifan lokal masyarakat sekitar, tentang mereka yang selalu sadar untuk menjaga kelestarian lingkungan di pesisir pantai serta perairan lautnya. Sehari disana tak cukup rasanya, ingin kembali dan menikmati suasana pulau Hoga yang sudah memanjakan mata dan menjawab rasa penasaran saya selama ini. Ini tentang keindahan pulau di Wakatobi.    


Baubau, 28 Desember 2014

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts