DI sebuah kedai tempat biasa berkumpul, saya bertemu dengan pria asing itu. Ia datang dan duduk sendiri tak jauh dari meja kami. Ku perhatikan sejak ia datang dan memesan satu porsi makanan. Usai ia menyantap habis, ia kembali memesan kepada pelayan. Beberapa kali ia memanggil wanita yang tak lain adalah pelayan di tempat itu. Namun, bule itu tak mendapat respon dari si pelayan. Kali ini, suaranya mulai di tinggikan. Nampaknya ia mulai kesal karena panggilannya tak di jawab oleh si pelayan. Melihat tingkahnya berubah, si pelayan pun dengan segera menghampiri dan bertanya. Kali ini, si pelayan mendapat serangan bertubi-tubi dari pria bule itu. Ia sedikit marah karena tak di layani dengan baik. Meski begitu, si pelayan tampak biasa-biasa saja di hadapannya. Entah, apakah pelayan itu tahu kalau pria itu sedang marah padanya atau sama sekali ia tak mengerti dengan bahasa bule itu. Meski begitu, ia hanya memberi kembali daftar menu, mencatat pesanan lalu pergi meninggalkan nya.
***
PRIA bule itu adalah Mr. Hendricks, ia berasal dari Holland, usianya sekitar 70 tahun. Ia adalah kakek dengan satu orang cucu. Cukup banyak daerah yang ia kunjungi di tanah air, namun sayangnya ia sama sekali tak mengerti dan bisa berbahasa indonesia. Itulah sebab, kemarahannya tadi keluar karena ia tak mendapat pelayanan yang baik dari si pelayan. Belakangan saya ketahui, kalau memang pelayan itu memang tak mengerti dengan bahasa yang di gunakan oleh Mr. Hendricks saat memesan kembali segelas minuman. Saya sedikit mengerti dengan apa yang di inginkan oleh pria itu, saya pun mendekati lalu berkenalan dengan nya. Ia adalah seorang petualang yang sudah beberapa hari berada di kota ini. Ia di temani oleh seorang pemandu sekaligus menjadi penterjemah bahasa asal Wakatobi. Kedatangannya di Kota eks kesultanan ini adalah untuk menjawab rasa penasarannya tentang budaya dan mencari jejak-jejak VOC saat masuk di tanah Buton. Ia juga sempat mendokumentasikan beberapa peninggalan Belanda seperti meriam yang tersebar di dalam dan di luar benteng keraton Buton. Ia juga sempat berfoto dengan mengenakan pakaian adat dan sempat menghadiri acara pernikahan dengan tujuan menelesuri jejak dan mempelajari tradisi dari masyarakat kesultanan Buton.
Di Holland negeri Belanda, Mr. Hendricks adalah seorang pengusaha yang memiliki sebuah perusahaaan dan kapal. Entah, ia tak menjelaskan secara detail tentang jenis usaha yang dimilikinya. Ia hanya memberikan kartu nama dan alamat kantor tempat ia berkerja. Tetapi sepertinya, ia adalah seorang kolektor dan pemburu benda-benda unik. Saya pun terlibat komunikasi dengannya. Namun saat ia bertanya tentang banyak hal, tak satu pun saya menjawab pertanyaan itu. Maklum, inggris ku sedang tak bagus. Apalagi bahasanya agak sedikit ke belanda, saya makin tak mengerti dengan apa yang di ucapkannya. Kami pun beralih komunikasi dengan menggunakan alat bantu translate google. Mr. Hendricks lalu meminjam handphone ku dan berusaha untuk menjelaskan tentang dirinya. Pertama, ia memperkenalkan dirinya dan siapa saja yang ia sudah temui disini. Kedua, ia sedikit bercerita tentang tempat-tempat wisata yang ia sudah kunjungi termasuk menghadiri acara pernikahan dan mengambil pelajaran budaya kita, ia juga memperkenalkan beberapa anak dan cucunya yang kini berada di holland.
Suasana mulai ramai setelah beberapa kawan ingin bergabung dan terlibat langsung dalam diskusi bersama Mr. Hendricks. Satu per satu kawan-kawanku mulai bertanya dengan menggunakan bahasa inggris yang seadanya. Mungkin ini waktu yang tepat untuk melatih lidah dengan menggunakan bahasa inggris. Berbicara menggunakan bahasa inggris dengan seadanya memang tak semudah dengan kita mendengar langsung bahasa dari seorang aktor saat menonton film-film hollywood atau saat kita menyanyikan sebait lagu dari endles love yang di pandu dengan lirik teks pada sebuah layar monitor. Tentu ini sangat membingungkan ketika pengetahuan dan kemampuan kita tak cukup dalam berbahasa inggris. Namun, selagi kemauan itu masih tertancap untuk mau mempelajari kata demi kata dalam berbahasa inggris, kenapa tidak kita terus mencobanya.
Di tengah arus globlalisasi dan modernisasi, kita di tuntut untuk mengetahui banyak hal. Ada banyak yang mesti di gali dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Itu bisa di mulai dari hal-hal terkecil sekalipun. Salah satunya adalah memiliki keterampilan dalam berkomunikasi. Menjadikan daerah sebagai tujuan wisata tidak hanya di tunjang lewat fasilitas sarana dan prasarana yang ada. Namun, ketersediaan sumber daya manusia melalui keterampilan dan kemampuan dalam berbahasa asing juga menjadi salah satu faktor dari kenyamanan para wisatawan saat kita terlibat langsung dalam berkomunikasi. Tempat-tempat yang menjadi tujuan wisata, sudah seharusnya menyiapkan orang-orang yang ramah dan memiliki kemampuan dalam berbahasa. Upaya-upaya untuk mempromosikan potensi wisata dan mengangkat budaya bisa di mulai dari publikasi dan komunikasi yang baik agar kejadian yang menimpa Mr. Hendricks salah seorang pengunjung di sebuah kedai malam itu tidak terulang lagi.
![]() |
Sumber: Saat bersama Mr. Hendricks |
Tak lama percakapan antara kami bersama Mr. Hendricks berlangsung di tempat itu. Kami hanya banyak melepas tawa ketika beberapa percakapan mulai tak mengena. Komunikasi kami banyak di bantu oleh Trasnlate Google lewat smartphone. Saat ia mengetahui kalau diantara kami ada beberapa mahasiswa aktif. Ia berpesan dan berharap banyak kepada mereka untuk terus belajar dan tentunya dapat menguasai bahasa inggris agar dapat kemana-mana sama sepertinya. Ia menyayangkan di usia muda seperti ini, waktu kita banyak terbuang hanya untuk menatap satu tempat saja. Padahal, ada banyak di luar sana yang mesti di lihat agar kita menjadi banyak tahu soal keanekaragaman budaya, keindahan alam, sampai pada keramahan masyarakatnya. Sekiranya hal itu yang mesti di jaga dan di pertahankan di tengah situasi perpolitikan tanah air yang semakin hari kian memanas. Seakan anak bangsa telah lupa dengan budaya kita untuk tetap satu dan tak saling memecah belah. Sebisa mungkin kita keluar dari situasi panas ini dan tak menjadi bagian dari masalah. Mungkin kita bisa memanfaatkan waktu untuk hal-hal yang produktif dan bergerak maju menatap masa depan yang gemilang ketimbang membuang waktu dengan percuma dan menjadi bagian dari setiap masalah yang ada.
Di akhir pertemuan dengan Mr. Hendricks, ia pamit dan menitip kalimat;
“Be adventurous true and do not dwell in one place. You walk on this earth so is widespread. You can freely anywhere, of course it’s all to gain knowledge and seek peace”.
Baubau, 18 Februari 2015
0 komentar:
Post a Comment