![]() |
Sumber: www.beritaunik.com |
SEORANG teman pernah bercerita tentang sepasang kekasih yang menumpangi becak dan hendak ke sebuah tempat. Dalam perjalanannya, mereka bercumbu rayu dan sempat membuat abang tukang becak itu merasa terganggu dan tak berkonsentrasi lagi. Apalagi, percakapan yang terjadi di dalam becak itu sangat menyudutkan si abang tukang becak. Lelaki itu berkata kepada kekasihnya. "Sayang aku sangat mencintaimu, dunia ini hanya milik kita berdua". Sontak, abang tukang becak itu tiba-tiba saja mengerem paksa kendaraan roda tiganya hingga akhirnya terjungkir dan membuat sepasang kekasih itu terhempas bebas diatas aspal panas. Wuiih. Belakangan diketahui, si abang tukang becak tak terima dengan pernyataan lelaki yang menjadi penumpangnya itu. Ia tak terima karena dunia ini hanya milik mereka berdua. "Lalu! saya di kemanakan?" Kata si abang becak.
***
Berangkat dari cerita-cerita humor seperti itu. Sebenarnya, ada banyak yang harus dipelajari dalam kehidupan ini. Misalnya dari pola komunikasi kita yang baik. Bagaimana membangun komunikasi yang baik dan efektif itu sehingga orang lain merasa nyaman dan di mengerti oleh orang lain.
Akhir-akhir ini, saya banyak mengikuti dialog publik yang digelar oleh kawan-kawan organisasi pemuda. Ada banyak topik yang menjadi tema-tema diskusi. Mulai dari wacana lokal sampai wacana nasional yang kini hangat menjadi perbincangkan. Para pesertanya pun datang dari berbagai kalangan, mulai yang muda sampai yang tua. Biasanya yang tua adalah mereka yang lama berkecimpung dalam dunia politik atau yang sementara aktif dalam pemerintahan. Mereka tak lain adalah para senior yang juga pernah bergelut dalam organisasi-organisasi kepemudaan di zamannya. Diskusi pun dimulai, saya senang bisa langsung menyaksikan debat dengan nuansa intelektual ini. Satu per satu argumentasi pun keluar. Biasanya yang duluan berkomentar adalah para senior yang relatif banyak mengerti dalam setiap pembicaraan. Tetapi, beberapa dari mereka justru hanya pandai mengolah kata menjadi bahasa yang sedikit canggih. Meski sebenarnya, susah untuk memaknainya dan seringkali argumen itu tak tepat dalam wacana diskusi yang diangkat. Retorika seperti ini biasanya hanya menghabiskan banyak waktu ketika diskusi berlangsung. Beberapa komentar lain yang biasa terjadi adalah mengulang-ulang bahasa dari pendapat orang lain. Jika pendapat yang pertama tadi terlalu berlebihan (over). Maka, pendapat yang kedua ini sangat miskin gagasan. Pendapatnya hanya di ulang dengan sedikit mengutip pendapat dari pembicara lain. Model seperti ini juga sering membuang banyak waktu dan diskusi menjadi tidak hidup.
Kritik dalam setiap diskusi menjadi hal yang paling sering dilempar dalam forum-forum seperti ini. Sayangnya kritik itu tak disertai dengan solusi yang membangun. Pengalaman seperti ini banyak kita temui tidak hanya dalam forum-forum resmi. Namun diluar diskusi formal, juga kita pernah menjumpai karakter seseorang dalam memberikan pendapat. Saya sering menjumpai pola komunikasi dari beberapa senior yang terkesan angkuh disetiap diskusi. Maaf, ini bukan menyudutkan mereka yang dianggap tua dari yang muda. Ini hanya pandangan saya dan beberapa kawan yang juga menilainya sama. Mempertahankan pendapat dalam setiap debat adalah hal wajar, namun bagaimana jadinya ketika pendapat itu salah namun masih saja dipertahankan. Tentu akan membuat geram orang lain yang tak menerima pendapat semacam itu. Apalagi ia tak mau mendengarkan pendapat orang lain dan tidak memberi kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya. Sudah pasti diskusi menjadi tak berimbang. Informasi yang didapat hanya dari satu sumber dan masih bersifat subjektif. Kita tidak mendapat informasi dari sumber-sumber lain dengan tujuan mendapatkan objektifitas informasi dan memperkaya jalannya diskusi.
Kuperhatikan sejak awal perbincangan dimulai. Ia sangat bersemangat dalam diskusi itu. Pembicaraan dimulai dari pengalamannya saat masih bermahasiswa sampai kini ia menjadi seorang senior dengan pengalaman yang tak seberapa. Kulihat, memang ia tak mau kehilangan banyak peran dan ruang dimana ia bisa menceramahi banyak orang. Pada akhirnya, dengan gaya komunikasi yang begitu arogan, ia jarang di terima disetiap diskusi. Sebab, semua pendapat orang lain diklaimnya salah dan menganggap satu-satunya pendapat yang paling masuk akal hanyalah pendapat dari dirinya sendiri. Konon katanya, ia telah banyak berkontribusi terhadap daerah ini. Saat dirinya masih berstatus sebagai mahasiswa, ia sering kali teribat dalam aksi-aksi jalanan dan mengkritik kebijakan pemerintah yang di nilainya salah. Disaat dirinya tidak lagi mengenakan atribut mahasiswa dan tak lagi memegang mic dari pengeras suara saat berdemonstrasi. Kini, dirinya menjadi seorang pengamat dengan mengangkat isu-isu kedaerahan. Dalam cerita-cerita nostalgia itu, ia pernah di minta untuk mendesain salah seorang calon kepala daerah dan berhasil memenangkannya.
Entahlah, kalau pun ia banyak berkontribusi terhadap daerah dan berjasa kepada mereka yang pernah dibantunya. Mestinya ia dapat di terima dimana saja dan namanya tak menjadi perbincangan banyak pihak karena menganggap dirinya lah yang selalu tinggi diantara orang-orang lain. Baginya, segala kepentingan yang berurusan dengan elit dan pemerintah, ia bisa mengkomunikasikan. Saya memang tak banyak tahu dengan profile juga jejak rekamnya selama ini. Apalagi jarak usiaku yang begitu jauh dengan usianya. Namun, dari banyak sumber informasi dan di banyak tempat, saya mendengar dan melihat langsung seseorang yang di bilangnya hebat itu. Bagiku, kehebatan itu biasa-biasa saja. Apalagi prilaku dan gaya komunikasi yang tak mencerminkan budaya dan etika kita. Saya lebih tertarik mendengarkan penjelasan dari seorang petani atau seorang nelayan yang banyak berbicara tentang hasil tanam dan hasil tangkap, ketimbang membicarakan banyak hal yang menyangkut wacana politik dan pengklaiman banyak hal dari jasa-jasa atas sebuah perjuangan.
Sekali lagi, saya tak berlaku paling benar dari apa yang ku jelaskan sebelumnya. Kita hanya bisa bercermin dan belajar dari apa yang pernah terjadi di masa itu. Mengambil sesuatu dari yang benar dan membuang jauh yang dianggap salah. Kita bisa mengambil pelajaran dari cerita sepasang kekasih yang menumpangi becak itu. Bahwa ketika kita menganggap dunia ini sedemikian sempit dan mengklaim pemiliknya hanyalah segelintir orang saja, maka kita telah mengabaikan banyak hak orang lain disitu. Ganjarannya adalah kita akan di hakimi dan tersingkir dari orang-orang yang selama ini tak pernah mengganggap dirinya paling benar dan selalu menghargai orang lain.
24 Februari 2015
0 komentar:
Post a Comment