![]() |
Sumber: Hutan Lambusango (foto:Yadi La Ode) |
BERADA diantara Kecamatan Kapuntori, Lasalimu, dan Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara. Hutan Lambusango adalah hutan konservasi dan merupakan satu-satunya aset yang berfungsi sebagai penyangga air kebutuhan hidup masyarakat di Pulau Buton. Hamparan flora dan fauna menambah keindahan alam yang tersimpan didalam hutan ini. Hutan alam yang bernama Lambusango ini menjadi magnet untuk di jelajahi dan menjadi ruang bagi kita semua untuk melakukan pengamatan di dalam hutan. Hutan dengan luas 65.000 hektar area ini telah lama di kenal dunia karena terdapat beberapa jenis hewan endemik dan langka. Tak heran, bila hutan ini banyak dikujungi wisatawan mancanegara untuk melihat langsung keindahan dan keragaman hayati yang terkandung didalam hutan Lambusango.
***
AWALNYA, kami hanya ingin mengisi libur diakhir pekan dengan mengunjungi tempat-tempat wisata. Memang, ada banyak tempat wisata yang menjadi kebanggaan di kota ini dan ramai dikunjungi oleh masyarakat. Misalnya adalah pantai Nirwana dengan keindahan hamparan pasir putih dan laut birunya. Setiap akhir pekan, pantai Nirwana yang berlokasi dibibir pantai sebelah barat kota Baubau ini sangat ramai dikunjungi. Disamping jaraknya tak begitu jauh dari dalam kota, juga fasilitas yang tersedia cukup memadai.
![]() |
Sumber: di hutan Lambusango (foto: Yadi La Ode) |
Dari cerita beberapa kawan, ada sebuah tempat yang tak kalah menarik untuk di kunjungi libur kali ini. Kawan itu merekomendasikan untuk ke sebuah tempat di hutan Lambusango. Mereka menamainya Padang Kuku yang berada di atas bukit dalam hutan Lambusango. Dari atas puncak, mata kita akan di manjakan dengan keindahan teluk Kapuntori dan laut yang membentang. Untuk sampai kesana, memang tidak semudah dengan berkunjung ke tempat wisata lain. Kita harus menyiapkan fisik agar bisa turun dan naik bukit. Jaraknya memang cukup jauh, tetapi semua akan terbayarkan sebab mata kita akan dimanjakan dengan keindahan alam hutan Lambusango. Mendengar cerita kawan itu, kami memutuskan untuk berlibur kesana.
Keesokan harinya, kami pun mempersiapkan segala keperluan. Rencanannya memang tidak sampai bermalam, sebab ini kali pertama berlibur didalam hutan. Apalagi, kami belum banyak tahu dengan tempat yang dianggap rawan dan bisa mengancam keselamatan kami. Hewan-hewan buas itu bisa saja menerjang ketika kami salah dalam mengambil jalan.
Anoa adalah salah satu diantaranya, hewan langka yang hanya hidup di hutan belantara pulau Sulawesi. Hewan Anoa memiliki dua spesies, adalah Anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Untuk membedakannya bisa dilihat dari bentuk tanduk dan ukuran tubuhnya. Anoa dataran rendah, ukuran tubuhnya relatif lebih kecil, ekor lebih pendek dan memiliki tanduk melingkar. Sementara Anoa pegunungan memiliki tubuh lebih besar, ekornya panjang, memilki tanduk kasar dengan penampang segitiga. Penampilan mereka mirip dengan kerbau. Itulah banyak yang menyebut Anoa sebagai kerbau kerdil. Menurut cerita seorang teman, Anoa sangat tidak menyukai baju dengan warna merah. Ketika hewan itu mengejar mangsanya, Anoa sangat agresif jika kondisi jalan menanjak, tetapi tidak dengan kondisi jalan menurun. Sebab, hewan ini memiliki kaki depan yang lebih pendek dari kaki belakang. Mendengar itu, kami pun menjadi sangat hati-hati saat melewati setiap jalan.
Di Desa Watambo, kami mulai memasuki hutan itu. Memang, ada banyak akses masuk kedalam hutan Lambusango. Namun, kami lebih memilih untuk masuk melewati jalur didesa ini karena jaraknya tidak begitu jauh untuk sampai ke Padang Kuku. Padang Kuku adalah sebuah lokasi wisata yang berada di atas bukit dalam kawasan hutan Lambusango. Nama Padang Kuku sejak lama di kenal oleh masyarakat sekitar tidak hanya hamparan rumput hijaunya yang khas, tetapi panorama alam dari atas puncak sangat indah membuat kita merasa betah dan ingin tinggal berlama-lama. Sayangnya, semua masih berada dalam cerita seorang kawan tadi. Dalam benak, saya membayangkan panorama alam dari atas ketika sampai di Padang Kuku. Rasanya ingin segera sampai kesana untuk menjawab rasa penasaran dan sekaligus membuktikan cerita kawan tadi. Kata seorang warga setempat, untuk sampai ke Padang Kuku kita memerlukan waktu satu jam, itu pun kalau selama perjalanan kita tidak banyak berhenti.
![]() |
Sumber: Hutan Lambusango (foto: Yadi La Ode) |
Matahari tepat berada diatas kepala, perjalanan kami lanjutkan dengan harapan Padang Kuku bisa kami capai. Bermodal cerita dan petunjuk dari seorang warga, kami yakin akan sampai ke tempat itu. Tak ada seorang pun dari kami yang tahu jalur untuk sampai ke Padang Kuku. Yah, semua kembali ke niat awal, yaitu berpetualang di alam hutan Lambusango. Langkah-langkah kami dengan kekar menaiki dan menuruni bukit. Matahari kian tertutupi oleh daun pepohonan, tak terasa hampir dua jam lamanya kami berjalan. Namun, belum ada tanda-tanda kami untuk sampai ditempat yang dimaksud. Sementara stamina mulai berkurang dan keadaan membuat sedikit tegang ketika kami tidak mendapatkan jaringan seluler untuk mengetahui titik lokasi dan menentukan arah perjalanan. Kami lalu memilih istrahat sementara waktu untuk melemaskan otot-otot. Berharap, ada warga yang berkebun bisa kami temui untuk bertanya. Namun sayangnya tak ada satupun dari mereka yang kami jumpai. Hingga beberapa jam kemudian, usaha kami untuk sampai ke Padang Kuku nampaknya tidak tercapai. Kami salah dalam mengambil jalan, yang pada akhirnya kami pun tersesat. Dengan sedikit kesal dan kecewa, mau tak mau kami harus segera kembali dengan membawa pulang rasa penasaran yang sejak tadi bergelut dalam benak ini. Rasa penarasaran untuk bisa berada di sebuah tempat di puncak sana dan bisa melihat langsung indahnya panorama laut di waktu senja.
Sore itu, kami memutuskan untuk segera kembali ke desa. Menyusuri kembali jalan yang sudah kami lewati sebelumnya, menuruni bukit dan melewati banyak aliran sungai. Kicauan burung dan suara gemercik air memberi semangat perjalanan pulang kami. Teduhnya suasana alam di dalam hutan Lambusango bisa mengobati sedikit perasaan kecewa kami saat itu. Meskipun kaki kami belum sampai di puncak sana, tetapi kami sudah merasakan kesejukkan alam dari padatnya pepohonan hutan Lambusango. Rupanya, kami ditantang untuk datang dan kembali menjelajahi hutan ini. Meskipun setiap perjalanan penuh dengan tantangan, melewati jalan terjal disisi bukit yang cukup beresiko. Namun, harapan untuk bisa berdiri tegak diatas puncak sana telah mengalir bersama derasnya aliran sungai di hutan ini. Semua untuk menambah rasa keingintahuan kami terhadap alam. Betapa pentingnya hutan sebagai penyangga air, rumah bagi mahluk hidup lain dan menjadi paru-paru dunia yang akan menentukan masa depan anak cucu kita nantinya.
Nantikan petualangan Lambusango berikutnya.
Buton, 10 Maret 2015
0 komentar:
Post a Comment