![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1JKeNHdlXk8PnkR7CbNLazSZaOs6dcLLVZm3yv0rthoDwGRyjP3bWCOE0MPZfGzWj2cJqWqpJ4kWZWycC4DD1aq-spBVzvWuPbtTzqO8lLITYpqgDfpR8l6TkVZi6Rc9byx4BDL4Wys4/s1600/2015-04-25-17-59-49_deco.jpg) |
Sumber: salah seorang wisudawan |
DI kampus tempat saya kuliah dulu,
tengah berlangsung acara wisuda. Wisuda kali ini memasuki angkatan yang kedelapan. Melihat acara ini, saya kembali terkenang saat-saat wisuda dulu. Menghadiri acara
tahunan dan mengikuti prosesi wisuda yang sifatnya seremoni, duduk bersama
ribuan wisudawan wisudawati, mendengarkan sambutan-sambutan para petinggi
kampus yang kerap membosankan, mengantri dan menunggu panggilan untuk
penyematan dari sang rektor. Saya sudah tak sabar untuk beranjak dan segera
mengakhiri acara ini. Tetapi, kali ini saya tak boleh mengecewakan mereka yang sudah
menungguku sejak empat tahun lalu, mereka adalah kedua orang tua yang telah
berkontribusi besar memberikan yang terbaik hingga saya bisa merasakan dan
mengenakan jubah toga ini.
***
JAUH sebelum matahari merangkak
naik. Saya sudah bersiap-siap untuk kegedung tempat pelaksanaan wisuda
berlangsung. Sebelumnya, bapak dan mamaku sudah bersiap lebih dulu, menungguku
untuk bersama-sama ke tempat acara berlangsung. Sebenarnya, saya tak suka
menghadiri acara-acara formal yang dihadiri banyak orang, apalagi untuk memenuhi
undangan acara pesta-pesta pernikahan. Namun karena kali ini adalah acara
wisuda, acara yang sejak lama dinantikan oleh kedua orang tuaku. Maka, mau tak
mau saya harus datang. Tidak lain adalah untuk melihat senyum manis dari wajah mereka yang mulai keriput. Menurut mereka, cukup berada dititik ini saja sudah
memberikan satu kehormatan dan memberi kebahagiaan bagi keluarga kecil ini. Namun,
menurutku ini adalah tantangan baru, tantangan menjalani kehidupan baru dan
diperhadapkan pada banyak pilihan nantinya. Saat ini, saya berada pada sebuah
persimpangan yang tak tahu harus kemana. Tetapi sekali lagi, saya tak
ingin merusak suasana kebahagiaan mereka. Biarkan ini menjadi pertanyaan dan
akan ku jawab sendiri.
Di dalam acara, juga saya
merasakan kebahagiaan itu terpancar dari kawan-kawan semasa kuliahku dulu. Mereka
sangat bersyukur sebab kita bisa bersama-sama sampai pada titik ini. Titik dimana
mereka juga bisa membahagiakan kedua orang tua yang selama ini berusaha untuk
bisa meluluskan mereka dari hasil jerih payah penjualan padi dan menjual ikan. Saya
begitu salut kepada mereka, yang sudah bersungguh-sungguh untuk sampai dititik
ini. Saya banyak belajar dari semangat mereka yang tak pernah padam, semangat
yang terus bergelora disaat ekonomi tak berkecukupan namun dengan keyakinan
yang kuat mereka akhirnya juga bisa dan duduk sejajar bersama lulusan-lulusan
lain. Menurutku, mereka adalah lulusan-lulusan terbaik kali. Dari keinginan
yang besarnya untuk melanjutkan pendidikan, dari jiwa besarnya meski mereka
adalah anak petani dan nelayan, dari perjuangannya hingga mimpi-mimpi itu bisa
terjawab.
Pada saat Universitas Muhammadiyah Buton melaksanakan wisuda kelima, juga ada ribuan orang yang telah diwisuda. Saya satu diantaranya. Kepada kawan-kawan semasa kuliahku, kami bercerita
banyak dihari itu. Kami bercerita soal rencana-rencana kedepan dan hendak
kemana nantinya. Dari kawan-kawanku, bagi yang sudah memiliki pekerjaan, mereka
tetap akan menekuni pekerjaan itu dan bagi yang ingin melanjutkan studi,
setelah ini mereka akan mempersiapkan diri untuk segera lanjut. Saat saya ditanya,
saya menjawabnya dengan singkat saja, kalau saya masih pikir-pikir dulu, jika
ada peluang nantinya saya akan lanjut kuliah. Sejak awal, niat besar saya
adalah bagaimana bisa melanjutkan studi lagi, namun beban orang tua belum lama
terlepas. Saya masih berusaha untuk bisa mengumpulkan pundi-pundi agar bisa
melanjutkan studi kelak suatu hari nanti.
***
Hari ini di tahun 2015, tepat
tiga tahun lalu. Saya kembali menyaksikan acara yang sama, wisuda angkatan kedelapan oleh sebuah amal usaha pendidikan yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan yang sudah tersebar hingga diseluruh nusantara. Satu diantaranya adalah
Universitas Muhammadiyah Buton yang berada di Kota Baubau saat ini. Didirikannya
kampus ini adalah untuk menjawab berbagai tantangan dan membantu setiap
pelajar yang ingin melanjutkakan pendidikan keperguruan tinggi. Hadirnya kampus-kampus
swasta yang berada didaerah ini salah satu alasannya adalah untuk memudahkan mereka
yang ingin melanjutkan studi didaerah, alasan lainnya adalah untuk memberi
keringanan dari segi pembiayaan kuliah. Mengingat banyak masyarakat didaerah
ini ekonominya masih berpengasilan rendah. Namun, seiring meningkatnya
pendaftar calon mahasiswa diperguruan tinggi daerah. Justru kampus bersaing
untuk mendapatkan keuntungan besar dari bisnis pendidikan. Kampus serupa
perusahaan yang ingin mencari keuntungan besar lewat mahasiswa. Mungkin ini
terlihat wajar bagi kampus berstatus swasta, namun bukankah tujuan awal
didirikannya sebuah perguruan tinggi untuk membantu masyarakat yang ekonominya
lemah dan memudahkan mereka untuk mendapatkan akses pendidikan? Entahlah, namun
sejak dulu realitas ini menjadi momok yang menakutkan bagi mereka yang ingin
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Disela-sela prosesi wisuda kali
ini saya kembali terkenang dengan kisah-kisah masa lalu itu. Saya kembali
merasakan keakraban dari kawan-kawan seperjuangan semasa kuliah dulu, saya pun
rindu dengan mereka. Ingin rasanya bercerita banyak dan berkeluh kesah kepada
mereka, ingin rasanya kembali berkumpul dan bersosialisasi ditengah-tengah
masyarakat kala dulu mendapat tugas praktek lapangan, ingin rasanya berdikusi
banyak tentang pengetahuan-pengetahuan baru dan merencankan langkah-langkah
kedepan. Kini, saat-saat itu tak lagi kudapatkan, kini mereka sudah pada jalan
hidupnya masing-masing. Bahkan diantara mereka kini tengah mempersiapkan diri
untuk ujian tesis, ia memintaku untuk mendoakan agar tak ada hambatan nantinya.
Amin, saya selalu mendoakan yang terbaik kepada mereka.
Apa yang kulihat kali ini adalah
tantangan besar bagi sarjana-sarjana muda yang baru saja menamatkan kuliahnya
pada program strata satu. Setiap tahun, kampus-kampus menelurkan bibit-bibit
baru calon “pengangguran” dikota ini. Yup, itu terlihat jelas dari tidak
tersedianya lapangan pekerjaan yang layak bagi sarjana-sarjana baru. Pemerintah
daerah dan kampus tidak menyiapkan alternatif lain bagi mereka yang ingin mendapatkan
pekerjaan atau menyiapkan beasiswa bagi yang ingin melanjutkan pendidikan. Padahal
visi dan misi, baik pemerintah maupun perguruan tinggi dalam meningkatkan
sumber daya manusia adalah tujuan utama dari kedua institusi itu. Sayangnya, harapan
itu menguap begitu saja. Para sarjana-sarjana itu dibiarkan “berhamburan” diaman-mana, mereka tak tahu hendak mencari kerja kemana.
Hari ini, sekitar seribu tujuh
puluh orang wisudawan-wisudawati baru saja dikukuhkan menjadi sarjana. Hari ini
mereka tampak gembira, mungkin saja banyak diantara mereka sudah memiliki
pekerjaan tetap dan mendapat posisi yang bagus dari sebuah perusahan, atau
mungkin saja diantaranya memiliki keuangan yang cukup untuk bisa melanjutkan
studi. Yang pasti, dari ribuan orang sarajana itu, beberapa diantaranya
masih belum memikirkan tentang langkah-langkah selanjutnya, tentang rencana
untuk menatap jauh kedepan. Saya beranggapan kalau para sarjana itu, juga memiliki nasib
yang sama denganku saat ini. Ini soal waktu, usaha, dan peluang nantinya. Soal nasib,
sepanjang kita masih diberi kekuatan untuk terus melangkah, maka selalu saja
ada jalan untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu. Semoga...
Saat hendak pulang kerumah, saya
dikagetkan oleh seseorang menyapaku dari belakang. Ia mengendarai sepeda motor
dengan kaca helm tertutup. Awalnya saya tak tahu siapa dia, namun saat kami
sama-sama menepi dan ia membuka helm maskernya. Saya terkejut melihatnya, ternyata
ia adalah sahabatku, seorang sahabat yang pernah sama-sama lapar dan makan bersama dengan
sebungkus mie instan disebuah kos-kosan miliknya, berjuang hingga kita bisa di wisuda
dulu. Karena ia sedang mengojek dan mencari penumpang, saya hanya sebentar berjumpa dengannya
lalu ia pamit dan pergi.
Baubau, 25 April 2015