Thursday, April 23, 2015

Petani Itu Adalah Pejuang Lingkungan


MENJELANG siang disebuah perempatan jalan, saya berhenti dan berada diantara pengendara motor lainnya menunggu hingga lampu hijau menyala. Diperhentian lampu lalulintas, teriknya matahari membuat saya tak sabar untuk segera beranjak dari kerumunan mobil dan motor, apalagi kepulan asap hitam dari mobil-mobil truk membuat udara menjadi tidak sehat. Tidak hanya bau asap dari mesin-mesin bermotor, aspal jalan yang saya lewati ini juga mengeluarkan uap panas karena matahari yang memberikan sinarnya. Meski cuaca hari ini cukup cerah, saya merasa gerah dan basah kuyup karena keringat yang terus bercucuran. Panasnya suhu Bumi sangat terasa seakan matahari sudah tak berjarak lagi.

***

SAAT sedang asik berkendara, saya melewati sekelompok pendemo yang menggelar aksinya didepan sebuah gedung pemerintah. Sejenak saya coba menyakasikan, nampaknya mereka sedang menyuarakan kerusakan hutan karena aktifitas tambang. Lewat momentum hari Bumi kali ini, para aktivis lingkungan itu menyayangkan kebijakan pemerintah karena memberi izin kepada para investor untuk mengelola tambang didaerahnya. Padahal mereka tahu, keberadaan tambang akan merusak hutan dan memberi dampak buruk terhadap lingkungan nantinya.


Sumber: bibit pohon Mahoni (foto: Yadi La Ode)
Selama aksi berlangsung, yang kulihat mereka masih tetap berada satu barisan dan rela berpanas-panasan dibawah teriknya matahari. Semangatnya terus terbakar lewat kalimat-kalimat sang orator. Sayangnya dalam aksi yang mereka lakukan, masih saja kita lihat aksi-aksi protes dengan melakukan pembakaran ban bekas. Memang, cara itu dilakukan untuk menarik perhatian orang banyak. Sama seperti dulu yang pernah kami lakukan saat berunjuk rasa. Tetapi, menurutku apa yang di lakukan aksi-aksi pembakaran, justru tak berdampak baik terhadap lingkungan. Kepulan asap hitam dari ban bekas yang dibakar justru membuat jalannya aksi menjadi tak menarik. Masyarakat yang menyaksikan menjadi tak empati dengan cara berdemonstrasi seperti itu. Disatu sisi mereka meneriakan pemanasan global, tetapi disisi lain para aktifis itu melakukan kerusakan terhadap lingkungan. Demi menyelamatkan hidung agar tak terkena asap ban bekas mereka, saya pun dengan segera meninggalkan aksi demonstrasi itu.

Sumber: tempat penyamaian bibit milik pak Jusmani (foto: Yadi La Ode)
Tak jauh dari mereka yang sedang berdemonstrasi. Saya menjumpai seorang petani dikebun tempat ia biasa berkerja. Di tempatnya, ia menyemai ribuan bibit pohon dengan jenis yang berbeda. Petani itu adalah Pak Jusmani, sejak lama ia menggeluti usahanya sebagai petani. Sebagai ketua kelompok tani, tugasnya adalah mengorganisir dan melakukan koordinasi dengan petani lain. Lewat kegiatan dan pertemuan, ia sering memberi pemahaman kepada petani lain agar bias memanfaatkan lahan dan bisa menanam dengan baik.

Berkat keuletan dan kerja kerasnya dalam menyiapkan ribuan bibit pohon, beberapa instansi membangun kerjasama dengannya untuk menyiapkan bibit pohon. Bibit-bibit pohon itu diantaranya pohon jati dan pohon mahoni. Selain memiliki tujuan untuk melakukan reboisasi dan penghijauan yang bisa mengurangi polusi udara nantinya, pohon ini juga memiliki nilai tinggi dari batang kayunya yang bisa dijadikan bahan mebel. Mula-mula, pak Jusmani harus menyiapkan benih untuk pembiakan. Ditempat persemaian bibit, pak Jusmani menunggu waktu sekitar tiga bulan untuk kemudian bibit-bibit pohon tersebut dilepas dan dijual kepada mereka yang membutuhkan.

Sumber: bibit pinang (foto: Yadi La Ode)
Menurut seorang pegawai salah satu instansi pemerintah yang pernah datang kepadanya. Ia menuturkan kalau saat ini produktivitas hutan alam sudah menurun sangat drastis sejalan dengan eksploitasi hutan secara terus menerus untuk memenuhi akan kebutuhan kayu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka pembangunan hutan tanaman harus ditingkatkan. Baik dengan penambahan luas hutan tanaman maupun penggunaan materi tanaman unggul.

***

KINI, apa yang dilakukan petani itu bukanlah untuk mendapatkan keuntungan yang banyak dari kerja kerasnya dalam bertani. Meski ia adalah seorang sarjana, namun ia sama sekali tak tertarik untuk masuk dan terlibat didalam pemerintahan sebagai pegawai negeri. Pak Jusmani lebih senang mengikuti kata hatinya. Sebelum semua terlambat, maka berangkat dari rasa keprihatinannya terhadap hutan yang terus menerus dijarah oleh masyarakat. Ia ingin menggugah kesadaran masyarakat agar tetap bersahabat dengan alam. Semua berangkat dari perenungan dan kegelisahan atas berbagai peristiwa yang pernah terjadi. Ia tak ingin daerahnya terjadi bencana seperti yang pernah ia tonton diberbagai daerah. Ada banyak daerah yang terkena tanah longsor, banjir dan lain sebagainya hanya karena ulah manusia itu sendiri yang tak patuh dan peduli untuk mau menjaga alam.

Ditengah maraknya penebangan liar, eksploitasi tambang yang kian masif terjadi hingga berdampak pada kerusakan hutan. Tumbuh kepedulian seseorang untuk mau menyelamatkan Bumi dari mereka yang hanya ingin mendapatkan keuntungan dari alam ini. Langkah-langkah yang dilakukan sederhana namun akan berdampak sangat besar bagi keberlangsungan hidup semua mahluk di alam raya ini nantinya. 


Sumber: bibit pohon jati
Para penambang itu tak peduli terhadap kerusakan yang sudah dilakukan, mereka tak akan pernah tahu jika pentingnya hutan untuk menjaga keseimbangan alam, mereka lupa jika merusak alam sama saja dengan menghancurkan generasi kita yang akan datang. Kita seharusnya sadar kalau Bumi ini bukanlah warisan dari para leluhur kita dulu, namun kita hanya meminjamnya dari anak cucu kita. Maka tugas kita adalah menjaganya dengan baik.

“Cepat atau lambat, kita harus menyadari bahwa Bumi juga punya hak hidup tanpa polusi. Yang harus dipahami umat manusia adalah kita tidak bisa hidup tanpa Bumi, tapi planet ini bisa hidup tanpa manusia” (Evo Morales)

Selamat Hari Bumi


Baubau, 22 April 2015

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts