![]() |
Sumber: Ilustrasi. owunik.blogspot.com |
MUNGKIN kita sudah terbiasa melihat sepasang
kekasih bermesraan
dan berciuman di layar kaca, atau
melihatnya langsung saat berada dibawah menara Eiffel Paris.
Itupun bagi yang sudah pernah ketempat itu. Tetapi tidak dengan fenomena
ditanah air, budaya itu tak sama dengan gaya berciuman para bule. Di negara-negara Eropa, mereka yang berciuman ditempat umum menjadikan hal itu
biasa-biasa saja. Atau
dinegara-negara berkembang lain yang sudah menjadikan
hal itu sebagai kebiasaan hidup mereka.
Di Indonesia, budaya berciuman mulai menjadi hal yang biasa sepanjang itu dilakukan hanya saling
bersentuhan pipi sebagai rasa persaudaraan dan keakraban saja. Jika lebih,
tentu semua dilakukan diruang tertutup dan bukan ditempat umum. Terserah apa yang selanjutnya terjadi nanti. Sepanjang tidak merugikan orang lain, apalagi sampai
mempertontonkannya pada anak usia remaja yang dengan sangat cepat meniru setiap
adegan yang selalu dilihatnya menarik.
***
SEMALAM, saya hendak membeli roti bakar disalah satu tempat dipinggir jalan. Ditempat itu, ada beberapa orang
pembeli sedang menunggu pesanan. Sementara penjualnya terlihat sibuk membuat
roti. Dioleskannya roti-roti itu dengan selai lalu dibakar dan dibuat
menari-nari diatas kuali yang sudah diolesi sedikit mentega. Saya harus sabar
mengantri diantara para pembeli yang lain.
Di sebelah jalan tempat saya berdiri, kulihat
beberapa kelompok muda-mudi tampak sedang berkumpul. Sepertinya, banyak
diantara mereka masih mengenyam pendidikan dengan berseragam putih abu-abu, kuat dugaan seperti itu. Jika benar, mereka adalah
anak sekolahan. Kulihat dari segi penampilan, mereka terlihat rapi dan sedikit macho.
Mereka seperti kelompok pecinta motor, sepeda motornya diparkir rapi sejajar
dengan motor-motor lainnya. Tak kudengar apa yang mereka cerita ditempat itu, suara bising dari kendaran yang melintas
menutupi suara mereka dari seberang jalan tempat saya berada. Yang tampak hanya
gerak-gerik dan tawa mereka yang menganga setiap saat.
Ada hal yang tak kusangka saat melihat mereka, tampak sepasang lelaki
dan perempuan saling berciuman
ditempat umum dan
disaksikan langsung oleh teman-temannya. Tak sedikit pun rasa malu dari mereka
berdua. Ditempat umum mereka cuek
dengan apa yang dilakukan. Saya pun
menyaksikan itu cukup lama. Padahal ditempat itu sangat ramai dari pejalan kaki
dan berada diantara pemukiman warga. Kawan-kawannya mungkin
menganggap itu hal biasa, mereka acuh tak acuh melihat aksi saling berciuman
layaknya aksi
Leonardo Dicaprio dan Kate Winslet dalam sebuah film Titanic. Meski keduanya tak melepas pakaian, tetapi
sesuatu yang asing kulihat ditempat umum seperti ini. Apalagi
kota ini dikenal sebagai daerah bekas kesultanan yang menjaga tatanan
nilai-nilai moral dan agama. Entahlah.
Ciuman dalam budaya
barat merupakan perkembangan yang cukup baru dan bahkan jarang disebutkan dalam
literatur Yunani. Di abad pertengahan, ciuman dianggap sebagai tanda yang menunjukkan
golongan kelas atas. Budaya-budaya lainnya memiliki definisi dan penggunaan
yang berbeda-beda mengenai ciuman. Di cina, misalnya kasih sayang diekspresikan
dengan cara menggosokkan hidung pada pipi orang lain. Di Jepang, ciuman
merupakan bukti kasih sayang tapi bukan cinta, ibu mencium anaknya tetapi para
kekasih tidak saling berciuman. Dalam budaya timur, ciuman memang tidak umum
dilakukan.
Men's
Health dan Women's Health pernah
melakukan survei terhadap 500 orang pria dan wanita di Twitter. Mereka ditanyai
sejauh mana bermesraan di depan umum pantas dilakukan di ruang publik, seperti
dilansir Women's Health Magazine. Hasilnya, bermesraan di depan umum yang
paling dapat diterima oleh masyarakat adalah berpegangan tangan (99,3%),
diikuti oleh mencium pipi (99,1%), menaruh tangan di pundak pasangan (99%),
menaruh tangan di pinggang pasangan (96,5%), berciuman tanpa menggunakan lidah
(90,8%), mengusap punggung pasangan (84,9%), menyentuh paha pasangan (68,7%),
menaruh tangan di saku belakang pasangan (65,8%), mencium leher (56,8%), dan
menyentuh bokong pasangan (49,1%). Sedangkan bermesraan di depan umum yang
kurang dapat diterima adalah berciuman menggunakan lidah (26,2%).
Perkembangan suatu daerah memang tak terlepas
dari prilaku masyarakatnya. Budaya lokal sepertinya tak mampu menahan arus
modernisasi dimasyarakat. Harapan untuk mempertahankan kearifan lokal sebagai
identitas dianggap kuno dan tak mengikuti zaman. Saya melihatnya pada pergaulan
dikalangan muda-mudi saat ini. Mereka
seakan lupa dengan budaya sendiri didaerah. Simbol-simbol kedaerahan sudah tidak melekat lagi pada anak-anak
dikampung ini. Di sekolah, penerapan mata pelajaran muatan lokal juga tak
begitu baik ditanamkan pada setiap murid. Sekolah lebih tampil modern lewat kegiatan
marching band yang kini diterapkan disekolah-sekolah sebagai ekstrakurikuler.
***
Dahulu, pelajaran muatan
lokal menjadi wajib disekolah. Setiap pelajaran yang diberikan, kami selalu antusias mengikutinya. Mata pelajaran itu kami anggap
menarik, sebab satu per satu dari kami ditugaskan untuk tampil bernyanyi dengan
memilih satu buah lagu daerah. Hal menarik lain, setiap siswa diajak berpidato
dengan menggunakan bahasa wolio. Tentu sangat bernilai positif, apalagi
pelajaran itu menanamkan nilai-nilai kebaikan melalui pesan-pesan moral
falsafah kebutonan.
Sungguh jauh dengan apa yang terjadi saat ini. Pergaulan semakin terlihat bebas, para remaja lebih disibukan dengan aktifitas dunia glamour. Pada akhirnya, yang terjadi adalah kemerosotan moral dan mencoreng budaya lokal kita. Semestinya, setiap
sekolah lebih menekankan sikap dan perilaku setiap pelajar. Ini mengingat kian bebasnya pergaulan dikalangan muda-mudi
saat ini. Harus mereka malu dengan gaya dan
penampilan yang tak sesuai dengan budaya kita. Sebenarnya, sepanjang apa yang
dilakukan tidak membunuh kreatifitas dan melenceng dari tatanan dan nilai, tentu semua
tak menjadi masalah.
Saya sempat berbincang dengan penjual roti itu, ia berasal dari Bandung Jawa Barat. Saat kutanya mengenai berciuman ditempat umum, ia tak sependapat kalau itu dilakukan tidak pada tempatnya alias dilihat oleh orang banyak. "Kalau dikampung saya mah itu aib, tidak boleh ditempat umum seperti itu, akan dihajar nanti sama orang-orang yang lewat" katanya. Padahal, Bandung adalah kota metropolis yang kehidupannya jauh lebih maju dari kota-kota dibagian timur indonesia. Dugaan saya ternyata salah, awalnya saya mengira kalau ia melihatnya biasa-biasa saja. Karena berasal dari Bandung, mungkin pemandangan seperti itu sudah sering dilihatnya ditempat-tempat umum. Bandung memang kota maju, meski begitu, beberapa hal pernah terjadi dan mengundang keprihatinan berbagai pihak. Beredarnya video syur menjadi bukti kalau budaya lokal tak mampu membendung arus global yang bebas tanpa batas. Saya kembali meragukan jika itu terjadi dan diperankan oleh generasi-genarasi didaerah ini. Jika tak diberi efek jera, entah apa jadinya nanti.
Baubau, 05-05-2015
0 komentar:
Post a Comment