Tuesday, May 5, 2015

Beli Roti, Gratis Nonton "Mesum"

Sumber: Ilustrasi. owunik.blogspot.com

MUNGKIN kita sudah terbiasa melihat sepasang kekasih bermesraan dan berciuman di layar kaca, atau melihatnya langsung saat berada dibawah menara Eiffel Paris. Itupun bagi yang sudah pernah ketempat itu. Tetapi tidak dengan fenomena ditanah air, budaya itu tak sama dengan gaya berciuman para bule. Di negara-negara Eropa, mereka yang berciuman ditempat umum menjadikan hal itu biasa-biasa saja. Atau dinegara-negara berkembang lain yang sudah menjadikan hal itu sebagai kebiasaan hidup mereka. Di Indonesia, budaya berciuman mulai menjadi hal yang biasa sepanjang itu dilakukan hanya saling bersentuhan pipi sebagai rasa persaudaraan dan keakraban saja. Jika lebih, tentu semua dilakukan diruang tertutup dan bukan ditempat umum. Terserah apa yang selanjutnya terjadi nanti. Sepanjang tidak merugikan orang lain, apalagi sampai mempertontonkannya pada anak usia remaja yang dengan sangat cepat meniru setiap adegan yang selalu dilihatnya menarik.

***

SEMALAM, saya hendak membeli roti bakar disalah satu tempat dipinggir jalan. Ditempat itu, ada beberapa orang pembeli sedang menunggu pesanan. Sementara penjualnya terlihat sibuk membuat roti. Dioleskannya roti-roti itu dengan selai lalu dibakar dan dibuat menari-nari diatas kuali yang sudah diolesi sedikit mentega. Saya harus sabar mengantri diantara para pembeli yang lain.

Di sebelah jalan tempat saya berdiri, kulihat beberapa kelompok muda-mudi tampak sedang berkumpul. Sepertinya, banyak diantara mereka masih mengenyam pendidikan dengan berseragam putih abu-abu, kuat dugaan seperti itu. Jika benar, mereka adalah anak sekolahan. Kulihat dari segi penampilan, mereka terlihat rapi dan sedikit macho. Mereka seperti kelompok pecinta motor, sepeda motornya diparkir rapi sejajar dengan motor-motor lainnya. Tak kudengar apa yang mereka cerita ditempat itu, suara bising dari kendaran yang melintas menutupi suara mereka dari seberang jalan tempat saya berada. Yang tampak hanya gerak-gerik dan tawa mereka yang menganga setiap saat.

Ada hal yang tak kusangka saat melihat mereka, tampak sepasang lelaki dan perempuan saling berciuman ditempat umum dan disaksikan langsung oleh teman-temannya. Tak sedikit pun rasa malu dari mereka berdua. Ditempat umum mereka cuek dengan apa yang dilakukan. Saya pun menyaksikan itu cukup lama. Padahal ditempat itu sangat ramai dari pejalan kaki dan berada diantara pemukiman warga. Kawan-kawannya mungkin menganggap itu hal biasa, mereka acuh tak acuh melihat aksi saling berciuman layaknya aksi Leonardo Dicaprio dan Kate Winslet dalam sebuah film Titanic. Meski keduanya tak melepas pakaian, tetapi sesuatu yang asing kulihat ditempat umum seperti ini. Apalagi kota ini dikenal sebagai daerah bekas kesultanan yang menjaga tatanan nilai-nilai moral dan agama. Entahlah.

Ciuman dalam budaya barat merupakan perkembangan yang cukup baru dan bahkan jarang disebutkan dalam literatur Yunani. Di abad pertengahan, ciuman dianggap sebagai tanda yang menunjukkan golongan kelas atas. Budaya-budaya lainnya memiliki definisi dan penggunaan yang berbeda-beda mengenai ciuman. Di cina, misalnya kasih sayang diekspresikan dengan cara menggosokkan hidung pada pipi orang lain. Di Jepang, ciuman merupakan bukti kasih sayang tapi bukan cinta, ibu mencium anaknya tetapi para kekasih tidak saling berciuman. Dalam budaya timur, ciuman memang tidak umum dilakukan.

Men's Health dan Women's Health pernah melakukan survei terhadap 500 orang pria dan wanita di Twitter. Mereka ditanyai sejauh mana bermesraan di depan umum pantas dilakukan di ruang publik, seperti dilansir Women's Health Magazine. Hasilnya, bermesraan di depan umum yang paling dapat diterima oleh masyarakat adalah berpegangan tangan (99,3%), diikuti oleh mencium pipi (99,1%), menaruh tangan di pundak pasangan (99%), menaruh tangan di pinggang pasangan (96,5%), berciuman tanpa menggunakan lidah (90,8%), mengusap punggung pasangan (84,9%), menyentuh paha pasangan (68,7%), menaruh tangan di saku belakang pasangan (65,8%), mencium leher (56,8%), dan menyentuh bokong pasangan (49,1%). Sedangkan bermesraan di depan umum yang kurang dapat diterima adalah berciuman menggunakan lidah (26,2%).

Perkembangan suatu daerah memang tak terlepas dari prilaku masyarakatnya. Budaya lokal sepertinya tak mampu menahan arus modernisasi dimasyarakat. Harapan untuk mempertahankan kearifan lokal sebagai identitas dianggap kuno dan tak mengikuti zaman. Saya melihatnya pada pergaulan dikalangan muda-mudi saat ini. Mereka seakan lupa dengan budaya sendiri didaerah. Simbol-simbol kedaerahan sudah tidak melekat lagi pada anak-anak dikampung ini. Di sekolah, penerapan mata pelajaran muatan lokal juga tak begitu baik ditanamkan pada setiap murid. Sekolah lebih tampil modern lewat kegiatan marching band yang kini diterapkan disekolah-sekolah sebagai ekstrakurikuler.

***

Dahulu, pelajaran muatan lokal menjadi wajib disekolah. Setiap pelajaran yang diberikan, kami selalu antusias mengikutinya. Mata pelajaran itu kami anggap menarik, sebab satu per satu dari kami ditugaskan untuk tampil bernyanyi dengan memilih satu buah lagu daerah. Hal menarik lain, setiap siswa diajak berpidato dengan menggunakan bahasa wolio. Tentu sangat bernilai positif, apalagi pelajaran itu menanamkan nilai-nilai kebaikan melalui pesan-pesan moral falsafah kebutonan.

Sungguh jauh dengan apa yang terjadi saat ini. Pergaulan semakin terlihat bebas, para remaja lebih disibukan dengan aktifitas dunia glamour. Pada akhirnya, yang terjadi adalah kemerosotan moral dan mencoreng budaya lokal kita. Semestinya, setiap sekolah lebih menekankan sikap dan perilaku setiap pelajar. Ini mengingat kian bebasnya pergaulan dikalangan muda-mudi saat ini. Harus mereka malu dengan gaya dan penampilan yang tak sesuai dengan budaya kita. Sebenarnya, sepanjang apa yang dilakukan tidak membunuh kreatifitas dan melenceng dari tatanan dan nilai, tentu semua tak menjadi masalah.

Saya sempat berbincang dengan penjual roti itu, ia berasal dari Bandung Jawa Barat. Saat kutanya mengenai berciuman ditempat umum, ia tak sependapat kalau itu dilakukan tidak pada tempatnya alias dilihat oleh orang banyak. "Kalau dikampung saya mah itu aib, tidak boleh ditempat umum seperti itu, akan dihajar nanti sama orang-orang yang lewat" katanya. Padahal, Bandung adalah kota metropolis yang kehidupannya jauh lebih maju dari kota-kota dibagian timur indonesia. Dugaan saya ternyata salah, awalnya saya mengira kalau ia melihatnya biasa-biasa saja. Karena berasal dari Bandung, mungkin pemandangan seperti itu sudah sering dilihatnya ditempat-tempat umum. Bandung memang kota maju, meski begitu, beberapa hal pernah terjadi dan mengundang keprihatinan berbagai pihak. Beredarnya video syur menjadi bukti kalau budaya lokal tak mampu membendung arus global yang bebas tanpa batas. Saya kembali meragukan jika itu terjadi dan diperankan oleh generasi-genarasi didaerah ini. Jika tak diberi efek jera, entah apa jadinya nanti. 


Baubau, 05-05-2015
      

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts