Friday, July 17, 2015

Sepotong Catatan di Akhir Ramadhan

Sumber: Yadi La Ode
SETIAP menjelang lebaran, kita selalu kebanjiran pesan dan ucapan maaf langsung dari para sahabat, keluarga atau bahkan sampai orang-orang yang terjauh sekalipun. Dalam batin, apakah mungkin kita pernah tersakiti dari mereka yang mengucap kata maaf, atau mungkin dari diri kita sendiri yang memberi ucapan itu karena merasa bersalah. Memang, setiap kita manusia selalu saja khilaf dan pernah berbuat salah. Tanpa kita menyadari, mungkin kita pernah menggores hati sampai menumpahkan air mata seseorang. Nah, banyak dari kita baru menyadari semua itu lewat hari lebaran. Lebaran di lihat sebagai jembatan yang mempertemukan kembali orang-orang yang pernah bersebrangan, lebaran dimaknai sebagai penyambung tali silaturahmi yang sempat terputus. Hal inilah yang sering kita lakukan dan terjadi ketika lebaran tiba. Dengan saling maaf memaafkan, maka pintu surga akan terbuka lebar. Demikian kata seorang penceramah diakhir ramadhan malam saat itu.

***

LEBARAN, juga selalu tidak terlepas dari yang namanya mudik atau pulang kampung. Tradisi ini mungkin hanya ada di Indonesia. Ada banyak orang ketika menjelang lebaran berbondong-bondong untuk pulang kampung, tidak lain adalah bertemu dan berkumpul bersama sanak keluarga. Sungguh berbahagia bagi yang bisa pulang berkumpul dan merayakan lebaran bersama keluarga.

Pada lebaran kali ini, saya masih bisa merasakan hangatnya berkumpul bersama keluarga. Semua saudaraku berkesempatan untuk pulang dan berkumpul merayakan hari raya Idul Fitri. Kesempatan berlebaran bersama kali ini adalah hal yang paling istimewa, sebab ada banyak cerita dan nostalgia yang kita lewati bersama. Kisah-kisah yang pernah terjadi di masa silam juga dapat kita bicarakan sekedar untuk kembali mengingat dan mengenang saudara atau keluarga yang sudah mendahului kita semua.

Pembicaraan masa silam mungkin lebih kuat dibandingkan masa depan yang masih penuh dengan misteri. Masa silam akan memberi kenikmatan sebab kita cukup dengan berkhayal melalui kemerdekaan berpikir kita sendiri. Di depan ada masa depan dan dibelakang ada masa silam. Pandangan masa silam adalah kenikmatan, sementara melihat masa depan selalu akan berujung pada kematian.

Bagi saya, mungkin yang hidup serba berkecukupan, pernah gagal atau tak memiliki keunggulan apa-apa yang bisa dengan gampang memandang masa depan. Sebab, penderitaan itu akan menjadi akrab dengan melalui riwayat-riwayat kesengsaraan dan kegagalan.

Beda cerita ketika kita memulainya dari sukses, sebab ada setumpuk ketakukan yang selalu menghantui didalam diri kita untuk meninggalkan apa-apa yang telah kita anggap sukses. Semasa hidup, kita hampir luput akan hari tua. Dan seiring dengan bertambahnya usia, maka kita semakin menyesali berkurangnya umur. Semakin tua usia, maka semakin dekat dengan kehampaan dan ketakutan berada dalam kubur.

***

MELALUI momentum lebaran kali ini, adalah yang paling berkesan ketika bisa bersama-sama keluarga, bercengkrama beberapa saat untuk menutupi kekecewaan hidup yang menggumpal didalam kalbu. Sungguh, di saat-saat seperti inilah saya bisa melihat kebahagiaan itu. Sejak lama ku rindukan untuk bisa berkumpul bersama di dalam rumah tua ini, rumah yang berdindingkan papan yang luasnya tak seberapa.

Entah, dengan berlalunya Ramadhan mungkin hanya akan ada cerita dan kebahagiaan yang pernah membekas. Terbesit dalam diri ini untuk tak mau berpisah dan terus berkumpul bersama, melewati hari-hari dengan jatah usia yang tersisa. Hari-hari yang penuh dengan kesederhanaan namun berbahagia dikala bersama. Meski begitu, takkan pernah ada rasa sedih yang melumuri suasana kami, kan kujauhkan perasaaan buruk atau rasa amarah karena keterbatasan.

Namun, ada satu yang membuatku gundah. Masih kah saya merasakan kesejukan Ramadhan dan akan dipertemukan kembali dalam suasana yang sama? Tentu semua hanya atas kuasa-Mu yaa Rabb.


Baubau, 17 Juli 2015


0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts