HARI itu, Minggu 11 Oktober 2015. Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB Sulawesi Selatan (Rumana) membuat satu kegiatan pelatihan kepenulisan di salah satu tempat di kampus Institut Pertanian Bogor. Mendengarnya, saya pun tertarik untuk ikut serta. Apalagi, salah satu pembicara dalam pelatihan itu adalah Yusran Darmawan yang selama ini menjadi patron menulis saya. Saya ingin mengetahui secara langsung bagaimana beliau melatih orang-orang dalam membuat satu karya tulis. Walaupun sebenarnya telah banyak materi tentang kiat-kiat serta motivasi menulis yang ia telah tumpahkan ke dalam blog pribadinya.
Sejak lama saya mengikuti dan menjadi pembaca setia tulisannya. Melalui catatan-catatannya di blog, saya mulai tertarik untuk terjun dalam kegiatan tulis-menulis. Tahap demi tahap saya mempelajari karya-karyanya untuk menemukan banyak ide dan inspirasi. Beberapa tulisannya, memberi jalan terang bagi saya agar terjun dalam lautan kata-kata, menyelami banyak data dan fakta, lalu pada akhirnya saya tak ingin beranjak dan terus di basahi oleh ide-idenya. Tulisannya menjadi motivasi bagi saya, menggerakan energi untuk terus menulis. Tulisannya, menjadi virus yang menyebar kemana-mana lalu menjangkiti banyak orang.
***
DI awal memulai menulis, memang terasa berat. Menulis seperti kita memikul beban. Atau seperti kita tersesat di dalam hutan belantara. Itulah kenapa sejak kecil, sejak kita duduk di bangku sekolah dasar, kita di pandu untuk membiasakan diri membaca dan menulis. Kita mulai di perkenalkan dengan huruf, lalu mengeja kalimat demi kalimat. Atau tangan kita di latih untuk terbiasa menggerakan sebuah pena lalu menyusun kata-kata diatas lembar-lembar kertas. Tetapi, itu hal yang sangat teknis yang sejak lama kita dapatkan. Seiring hadirnya teknologi, banyak alat atau media yang membantu kita untuk menulis sebanyak-banyaknya hingga menjadi sebuah buku. Mulai dari hadirnya mesin ketik yang memakai pita dengan teknik mengetik "sebelas jari" hingga kita sudah mendapatkan komputer, laptop, gadget, atau bahkan kita nanti diperkenalkan dengan sebuah alat canggih dengan tidak menekan huruf dan angka lagi di papan ketik. Sungguh luar biasa kemudahan itu.
Namun persoalan bukan pada teknik dan alat tulis yang kita miliki. Persoalan bukan secanggih apa media dan aplikasi yang digunakan. Tetapi, masalahnya adalah krisis ide. Kering kerontangnya ide sebab kita tak pernah membuka sumber-sumber air baru. Salah satu sumber mata air itu adalah membaca. Yah membaca, apakah yang dibaca itu buku atau yang bukan buku. Membaca yang bukan buku maksudnya, kita bisa membaca apa saja, apakah tulisan koran, majalah, pamflet, atau membiasakan diri membaca hal-hal sederahana semisal tulisan-tulisan yang terdapat di banyak plastik bungkusan belanjaan, plastik yang menjadi sampah dan kita buang disembarang tempat. Untuk memudahkan menulis memang dibutuhkan bahan bacaan. Sebaliknya, jika tak membaca maka pasti kita mengalami kesulitan saat menulis. Karena untuk menemukan gagasan dalam menulis adalah membaca. Membaca dan menulis serupa mata uang logam yang saling melekat. Nah, tinggal kita bagaimana memadukan kegiatan membaca dan menulis itu.
Belum genap satu semester saya kuliah di kampus IPB. Berbagai aktivitas dan kesibukan mulai ku jalani, masa-masa sulit yang diawal kutemukan perlahan di lalui dan mulai terbiasa. Hari-hariku, mulai padat dengan jadwal kuliah dan tugas-tugas dosen. Jika ada sedikit waktu, itu hanya bisa membaca beberapa buku dan tak sempat lagi mengisi blog. Meski begitu, sebenarnya itu bukan hambatan untuk tak bisa menulis. Masalahnya bukan karena tak punya waktu untuk menulis. Menulis bisa kapan dan dimana saja. Tentu, semua tergantung dari kita sendiri, kita mesti memiliki Passion dan kepercayaan diri agar dengan mudah menjalankan kegiatan menulis tanpa beban.
![]() |
Sumber: foto yadilaode |
Selain tulisan-tulisan di www.timur-angin.com yang menjadi bahan bacaan saya selama ini. Penulis blog itu telah memberi satu petunjuk tentang manfaat dalam kegiatan menulis. Salah satu yang kurasakan selepas menulis adalah saya seperti terbebas keluar dari ruang sempit yang hampa, saya seperti menemukan diri saya yang sebenarnya, ini semacam terapi yang memberi manfaat bagi kualitas hidup kita. Buku "Mengikat Makna Update" yang di tulis oleh Hernowo, juga sangat membantu saya dalam memberdayakan diri lewat membaca dan menulis. Buku itu telah meringankan saya membaca dan menulis, mengahdirkan berbagai manfaat, mengatasi berbagai problem membaca dan menulis, meningkatkan rasa percaya diri menulis, dan memotivasi saya dalam memperbaiki diri.
Disaat pelatihan sedang berlangsung, saya melihat antusias peserta lain dalam kegiatan. Mereka sangat fokus memperhatikan setiap penjelasan dari para pelatih. Saya tidak menyangka, mereka-mereka yang berstatus mahasiswa dan bahkan telah lanjut S2 dan S3 masih mempunyai kenginan besar untuk ikut pelatihan kepenulisan. Dugaan saya, mereka telah mahir dalam menulis. Dugaan saya, mereka telah banyak menulis dan membaca. Dugaan saya, mereka tak butuh lagi pelatihan-pelatihan seperti ini. Tapi rupanya tidak kawan, rupanya kita masih lemah dalam kegiatan menulis. Bagi Hernowo (2009), menulis dan membaca teks bukan sekedar permainan di dunia ide, melainkan tantangan untuk bertanggung jawab di dalam kehidupan. Jika demikian, menulis dan membaca itu bagaikan tugas dan tanggung jawab etis bagi diri kita masing-masing. Jelas, teks atau tepatnya membaca teks adalah bagian hakiki dari kehidupan. Karena itu baginya, seperti kehidupan itu sendiri kaya dalam berbagai aspeknya, teks juga amat kaya dalam berbagai seginya.
Bogor, 14 Oktober 2015
0 komentar:
Post a Comment