![]() |
Sumber: newsdetik.com |
***
DENGAN melihat kondisi bangsa, selang dua tahun pasca kemerdakaan Republik Indonesia. Peranan organisasi kemahasiswaan memang belum memberi pengaruh besar di dalam dan diluar perguruan tinggi. Mahasiswa secara umum belum banyak dalam bertindak dan berperan untuk kepentingan umat dan bangsa. Terlebih pemahaman mereka terhadap islam yang masih kurang. Karenanya, terbentuknya HMI tidak hanya merubah kondisi saat itu, tetapi juga untuk menjawab tantangan di masa depan. Organisasi mahasiswa ini seyogyanya mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pemikiran manusia yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang. Termasuk pemahaman dan penghayatan agamanya, yakni agama Islam. Tentu, tujuan tersebut tidak dilaksanakan kalau NKRI belum merdeka dan rakyatnya masih dibawah bayang-bayang penjajah. Oleh karena itu, HMI sangat penting untuk mengambil peran dalam menjaga dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik dari dalam maupun dari luar, serta upaya untuk memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.
Itikad baik dari para founding father dalam mendirikan organisasi ini tidaklah diniatkan sebagai bargaining untuk mencapai kekuasaan dalam pemerintah dan untuk mendapatkan sesuatu di bangsa ini. Lahirnya HMI adalah niat suci dari hati yang bening dan api yang menggelora dari semangat pemuda-pemuda islam saat itu. Kesadaran mereka lahir berangkat dari realitas sosial kondisi umat dan bangsa yang belum bangkit dari tidur panjangnya. Mestinya, setiap mahasiswa menyadari akan tanggung jawab mereka, mestinya mereka tahu bahwa seorang mahasiswa tidak hanya berada dalam satu perguruan tinggi untuk mendapatkan predikat, mestinya mereka sadar jika masalah bangsa tidak dapat diselesaikan hanya dengan membaca membaca tafsir dan mengahafal banyak teori. Tapi melainkan dengan the action of the real atau aksi nyata dalam melakukan perubahan. Sejak berdiri enam puluh delapan tahun yang lalu, perkembangan HMI sangat nampak dari banyaknya jumlah mahasiswa islam yang berhimpun di bawah bendera “hijau-hitam”. Mereka tersebar di berbagai perguruan tinggi, dalam dan luar negeri, mereka berasal dari suku dan latar belakang yang berbeda-beda tetapi identitas dan nafas mereka tetap satu, yaitu mahasiswa yang bernafaskan islam. Keberadaan mereka terbentang dari sabang sampai merauke, dari bunaken sampai rote, mereka tetap bersatu dalam satu himpunan yang bernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Meski demikian keadaannya, apakah mereka akan mampu melewati segala rintangan yang menghadang di depan sana, apakah mereka mampu menaiki setiap tapak tangga untuk menaiki puncak-puncak kejayaan, apakah mereka mampu mempertahankan marwah dan khittah perjuangannya dengan berbagai perkembangan dan dinamika yang seringkali memudarkan idealisme para intelektual muda ini?. Untuk melihatnya, kita bisa merefleksikan perjalanan HMI beberapa tahun terakhir ini.
Di usianya yang telah melewati separuh abad, HMI masih begitu aktif dalam mewarnai setiap perjalanan bangsa. Bila melihat kebelakang, begitu banyak nama dan tokoh yang ikut mengambil peran strategis di hampir semua lini dalam percaturan negara ini. Mereka tidak hanya yang sukses dalam birokrasi, akademisi, dan politisi, tapi juga dalam dunia bisnis bahkan tidak sedikit yang tertarik untuk kembali ke desa demi membumikan ilmu dan pengetahuan yang telah didapat. Memang benar kemudian, bahwa HMI bukanlah organisasi partai politik, bukan pula organisasi pemerintah yang secara struktur berada dalam kordinasi pemerintahan. HMI adalah organisasi independen yang selalu setia mengamalkan nilai-nilai islam dan pancasila. HMI bukanlah “sales” yang dengan pandai beretorika demi merekrut banyak anggota dikampus-kampus. HMI tidak butuh banyak anggota agar terlihat garang, namun HMI butuh gagasan yang kuat serta memilki kesadaran dan rasa tanggung jawab yang tinggi demi terwujudnya masyarakat adil makmur. Sebagaimana yang tertuang dalam kitab konstitusi HMI itu sendiri, “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah swt”. (Bab III, Pasal 4 Tujuan, AD HMI).
HMI memang tak muda lagi, sebagaimana kita menyaksikan semangat anak-anak muda yang dengan gagah berdiri di atas mimbar lalu dengan lantang meneriakan kata-kata perlawanan terhadap ketidakadilan. Seiring dengan menuanya HMI, justru kader HMI juga ikut-ikut “pikun” akan tanggungjawab mereka. Barangkali kita terlalu lama bernostalgia dalam cerita-cerita sukses HMI sehingga lupa kalau ada setumpuk masalah yang harus segera diselesaikan. Sepertinya kita memang benar-benar lupa, lupa akan pernyataan keras dari seorang tokoh cendekia muslim sekaligus pernah menjadi ketua umum Pengurus Besar HMI saat itu. Adalah Nurcholis Madjid (cak nur) yang telah mengingatkan kita semua, “HMI Bubarkan Saja”. Dalam pandangannya, Cak Nur berbicara dalam konteks internal karena HMI telah melenceng dari khittah perjuangannya. Begitupun dengan kondisi saat ini, dimana banyaknya kritik terhadap HMI yang dilayangkan dari kader-kader HMI itu sendiri. Kritik terhadap HMI bukanlah hal baru. Kritik berangkat dari kegelisahan kita atas sejumlah persoalan yang kian melilit HMI. Hal tersebut terlihat ketika banyak dari kita terlalu fokus pada satu titik persoalan di internal HMI, tanpa mau move on demi melakukan perubahan-perubahan nyata dimasyarakat. Persoalan internal memang sangat penting untuk segera diselesaikan. Sederhananya hanya dengan selalu meletakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) sebagai dasar dan aturan main yang berlaku di HMI. Persolan pelik lain dan dominan terjadi adalah perebutan struktur kekuasaan, yang konfliknya biasa diawal dan diakhir Konferensi berlangsung. Biasanya penyakit dendam dan balas dendam adalah penyakit kronis yang merasuki mental kader. Kiranya hal inilah yang perlu diluruskan dan segera di obati dalam tubuh HMI. Penyakit menua ini harus secepatnya disembuhkan dan bangkit dari tidurnya. Agar kedepan, kita tak lagi disibukkan untuk mengurai satu persatu benang kusut di HMI. Dan kritik, lebih diarahkan pada arah yang membangun demi terciptanya suasana yang aman dan kedewasaan berorganisasi.
***
PELAKSANAAN Kongres HMI XXIX yang diselenggarakan di Riau tak berapa lama lagi akan di gelar. Hiruk pikuk susana menjelang di bukanya Kongres kian terasa. Kali ini kota Riau menyatakan kesiapannya sebagai tuan rumah Kongres HMI. Hal itu terlihat dari direspon pemerintah Provinsi Riau yang menyambut baik pelaksanaan Kongres tersebut. Apalagi, dalam pembukaan nantinya akan dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo yang hadir bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya. Disetiap sudut kota, jalan-jalan utama kota Riau telah dipenuhi atribut bendera dan spanduk ucapan selamat datang peserta Kongres HMI. Kader-kader HMI dari seluruh cabang pun mulai berdatangan dan membanjiri kota yang memilki semboyan “Bumi Bertuah Negeri Beradat”.
Pelaksanaan Kongres kali ini, tentu berbeda dengan pelaksanaan kongres-kongres sebelumnya yang tingkat kesiapannya sedikit lebih baik. Pengurus Besar (PB HMI), Steering Commite (SC) dan Panitia Pelaksana sangat berharap pelaksanaan Kongres kali ini tidak hanya sebagai ajang konsolidasi kader HMI di seluruh Indonesia dengan agenda merumuskan rekomendasi internal dan eksternal saja. Namun dalam hal penjaringan kandidat calon ketua umum, telah dibentuk tim seleksi yang bertugas melakukan penjaringan kandidat melalui uji publik di lima kampus yang telah dipilih. Itu dilakukan sebelum Kongres dilaksanakan. Dengan tujuan agar proses rekruitmen kepemimpinan tertinggi di HMI dapat terlaksana secara berkualitas.
Hendaklah para kandidat calon ketua umum PB HMI periode 2015-2017 adalah mereka-meraka telah matang. Mereka yang siap memikul amanah, mereka yang siap membaktikan diri pada umat dan bangsa, mereka yang tidak terjebak dalam komunitas kader yang menjadi pengkritik melulu tanpa mengambil suatu peran yang dikerjakan sebagai solusi, mereka yang bukan mengejar posisi tertinggi dalam HMI untuk berkuasa secara sewenang-wenang. Yang di impikan adalah, mereka yang selalu menjunjung tinggi etika dan profesionalitas. Yang memiliki kesadaran, dimana semua kader memang tak mungkin bisa menduduki kursi ketua. Ibarat petani menanam buah jeruk dan tiba dimana waktu panen. Tidak semua buah jeruk yang ditanamnya dapat berbuah manis. Ada beberapa diantara buah itu terasa kecut, belum masak, atau bahkan terdapat buah yang rusak. Sebagaimana tumbuhan yang membutuhkan tanah, udara dan air agar proses pertumbuhannya bisa dengan baik, kader HMI pun juga mesti bisa tumbuh dengan membaca, menulis dan berdiskusi agar kualitas hidupnya bisa lebih baik. Dan kelak tumbuhan itu bisa berbuah manis dan dipetik oleh banyak orang. Disinilah pentingnya kita bisa merawat kualitas dan tradisi HMI.
Proses kematangan seseorang tidak hanya diukur dengan seberapa lama ia “tinggal di Sekretariat HMI”, tetapi juga bisa dilihat dari kualitas iman, kualitas ilmu, dan kualitas amalanya. Kriteria seorang leader yang memiliki integritas dan kualitas yang baik untuk menjalankan organisasi akan sangat tampak dari diri kita sendiri yang menilainya.
Berlangsungnya Kongres, tidaklah di persepsikan sebagai ajang saling “gontok-gontokan” karena hilangnya rasionalitas. Kongres bukanlah untuk arena mencari cara untuk meloloskan sang jagoan dengan cara yang tak benar. Kongres tidak hanya untuk menjawab berbagai masalah yang telah lama bersarang di tubuh HMI. Namun yang paling pokok dan utama adalah bagaimana memperbaiki dan menambal satu demi satu kebocoran di kapal besar yang bernama HMI ini, kelak mampu melewati gelombang besar serta bertahan di tengah gempuran era globalisasi. Olehnya, mari kita kembalikan khittah perjuangan HMI di rel yang sebenarnya.
Billahitaufiq wal hidayah
Yakin Usaha Sampai
Bogor, 20 November 2015
0 komentar:
Post a Comment