Saturday, April 30, 2016

Sumpah TKW Indonesia: Makna dan Peran Gender

"SUMPAH TKW INDONESIA"
TKW - Tak Kenal Waktu
  • Kami TKW Indonesia dengan ini menyatakan perasaan kami, hal-hal yang mengenai gaji dan potongan diatur oleh agensi.
  • Kami TKW Indonesia berkerja tak kenal waktu, siang jadi malam, malam jadi siang.
  • Kami TKW Indonesia merasa bangga dijuluki pahlawan devisa, #^%^*%&^.... (dalam bahasa Jawa)
  • Kami TKW Indonesia, kami tercipta dali/ri (keseleo) rusuk tapi alhamdulillah menjadi tulang punggung, tulang punggung keluarga.
  • Kami TKW Indonesia, perginya loyo pulangnya gagah, tapi ana bae sih ^%&%*&(* (dalam bahasa jawa).
  • Kami TKW Indonesia berterimakasih kepada facebook yang memudahkan kami berkomunikasi dengan sesama dan keluarga.
  • Kami TKW Indonesia kami bercita-cita punya rumah gedung dan sawah luas. ….*^(*&^(*&^( (dalam bahasa jawa).
  • Kami TKW Indonesia berterimakasih sama “Babe Haris” (entahlah siapa dia) yang merubah nama BABU menjadi ARUNGTA alias Asisten Rumah Tangga *&^^*&^(^( (dalam bahasa jawa).
  • Kami TKW Indonesia, kami merasa senang berkerja diluar negeri, karena nggak dapat tempat didalam negeri.
  • Kami TKW Indonesia, kami menangis dikala lebaran dan hari raya, tapi kami gembira disaat menginjakan kaki kami kembali ke tanah air.
  • Kami TKW Indonesia, dilihat sebelah mata oleh dunia, karena pekerjaan kami dianggap hina dan rendahan
  • Kami TKW Indonesia titip salam kepada sang Presiden, bahwa kami baik-baik saja, karena kami turut memilih anda.
  • Kami TKW Indonesia, kami tak banyak menuntut dan tak banyak mengeluh, walaupum kami dianggap hina.
  • Kami TKW Indonesia, merasa bangga karena kami masih memiliki tanah air sendiri, tanah air Indonesia.
Terimakasih dan salam sejahtera Negeri Formosa

Atas nama Nina Armila.
TKW asal Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah


Klik Videonya DI SINI


ilustrasi. foto: antarasulsel.com

***

VIDEO ini diunggah di Youtube sejak 30 Agustus 2015 lalu. Video dengan durasi 2.59 detik ini tentang isi hati seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah yang kini berkerja di Taiwan. Sebelumnya, juga pernah beredar luas video Prista Apria Risty, TKW yang berkerja di Hongkong. Ia juga pernah meluapkan curahan hatinya tentang bagaimana berkerja diluar negeri. Namun berbeda dengan yang dilakukan Nina Armila di negeri Formosa itu. Ia menyatakan sejumlah sumpah yang diberi nama "Sumpah TKW". Memang sumpah TKW ini tak sesakral sumpah-sumpah lain. Misalnya Sumpah Mahasiswa yang hanya populer dikalangan mahasiswa era reformasi, atau Sumpah Pemuda yang hanya bisa membakar semangat kaum muda. Begitu pula dengan sumpah TKW ini, yang hanya bisa dibahasakan oleh para TKW-TKW kita.

Berdasarkan Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sepanjang 2014 mencatat penempatan TKI ke berbagai negara di dunia sebanyak 429.872 orang. Jumlah itu meliputi 219.610 (58%) TKI formal dan 182.262 orang (42%) TKI informal (BNP2TKI, 2014). Dari data yang ada, penempatan TKI selama empat tahun terakhir (2011-2014) terjadi naik turun. Ada tiga penyebab (kemungkinan) kenaikan jumlah prosentase penempatan TKI formal dan penurunan penempatan TKI informal, yaitu: (1) Penurunan TKI Formal karena pembenahan penempatan TKI di beberapa negara dikawasan Timur Tengah, (2) diberlakukan langkah pengetatan penempatan TKI dengan memberlakukan durasi waktu pelatihan yang dibuktikan melalui kehadiran sistem sidik jari (finger print), (3) ketersediaan tenaga kerja unskill di daerah yang benar-benar berkurang.

Dalam konteks gender, jumlah penempatan TKI perempuan selama empat tahun terakhir (2011-2014) masih tergolong tinggi dibanding laki-laki. Budaya patriarki menyebabkan perempuan harus melakukan peran ganda, sehingga banyak perempuan yang mencari kerja sebagai TKW. Mereka meninggalkan keluarga tercinta demi mendapatkan pekerjaan, demi sesuap nasi. Dominasi laki-laki hampir disemua aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya. Peran perempuan menjadi kelas kedua dalam kehidupan. Ada banyak orang menganggap bahwa tugas-tugas rumahtangga dan mengasuh anak adalah tugas perempuan, meskipun perempuan tersebut telah berkeja diluar rumah.

Perkembangan studi gender di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari perkembangan studi gender di berbagai negara. Perspektif Women in Development (WID) menuntut agar terdapat persamaan kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan. Hal ini erat kaitannya dengan paradigma Women In Development (WID) yang memperkenalkan konsep Gender and Development (GAD), dimana studi tentang perempuan dihubungkan dengan laki-laki. Gender and Development (GAD) menekankan pada redistribusi kekuasaan dalam relasi sosial perempuan dan laki-laki. Kekuasaan laki-laki di bidang ekonomi, sosial, dan budaya terus dipertanyakan. Dalam pendekatan ini, dipandang bahwa yang menciptakan ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan adalah struktur dan proses sosial politik. Ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan terlihat pada akses dan kontrol terhadap sumber daya, kesempatan dan manfaat, serta dalam pengambilan keputusan. Untuk itu pendekatan dalam GAD ini mengubah cara berpikir dan praktek untuk mendukung persamaan kesempatan, pilihan, dan kesetaraan.

Kehadiran Tenaga Kerja Wanita (TKW) telah memberi dampak terhadap ekonomi kita. Prestasinya memberi sumbangan devisa yang cukup besar. Sayangnya prestasi itu dinilai hanya berdasarkan indikator ekonomi, sehingga terkesan keluar dari  subtansi persoalan  yang sesungguhnya menutupi kelemahan pihak penyelenggara program. Program pengiriman TKW ke luar negeri terlalu didominasi motif pendekatan bisnis yang sesuai dengan selera kepentingan kelompok kapitalis. Prinsip hitung-hitungan ekonomi selalu menjadi ukuran. Hal ini menjadi sangat sensitif karena melibatkan perempuan yang berstatus istri dari seorang suami sekaligus ibu bagi sejumlah anak. Sebenarnya, keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi ini bisa ditentukan oleh sistem nilai adat istiadat yang memberikan peluang sekaligus pembatasan berupa etika tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dalam prosesnya, perempuan mengarah pada terjadinya identifikasi pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan sifat keperempuanannya. Hanya saja secara langsung konstruksi ini menegaskan posisi subordinat perempuan dan superioritas laki-laki, yang menempatkan laki-laki di ujung satu dan perempuan di ujung yang lain disebuah garis vertikal. 

Jika dikaitkan konsep doing gender dengan diskriminasi dan penindasan pada perempuan, maka dapat dikatakan bahwa bentuk diskriminasi dan penindasan pada perempuan telah lama terjadi. Penindasan dan diskriminasi yang dialami oleh perempuan ini setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: tradisi budaya yang masih patriarki, kebijakan negara yang tidak responsif gender seperti pada UU Perkawinan tahun 1974 pasal 1 di negara Indonesia yang secara eksplisit menyebutkan bahwa laki-laki/suami adalah kepala rumah tangga dan perempuan/istri adalah ibu rumah tangga, dan doktrin-doktrin agama yang ditafsirkan secara misoginis. Bentuk-bentuk penindasan pada perempuan itu sendiri biasanya berbentuk kekerasan baik fisik atau-pun non-fisik, marjinalisasi, pengekangan hak asasi, perampasan materi, eksploitasi tubuh seperti protitusi. 

Namun seiring berjalannya waktu, globalisasi seolah-olah hadir sebagai ‘dewa penolong’ yang memberikan harapan dan menyelematkan kaum perempuan terhadap penindasan dan diskriminasi yang selama ini dialami mereka. Bentuk-bentuk penindasan dan diskriminasi pada perempuan memang seolah-olah kian memudar seiring hadirnya globalisasi yang ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan feminisme di seluruh dunia. Tujuan utamanya adalah memperjuangkan persamaan dan penghapusan terhadap segala bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan. Meski begitu, globalisasi belum sepenuhnya mampu menghapus bentuk-bentuk penindasan pada perempuan yang justru menimbulkan sebuah bentuk penindasan baru yang dialami oleh mereka, utamanya para buruh perempuan.

***

WANITA itu serupa pemimpin demonstran yang sedang berorasi didepan gedung wakil rakyat dengan ribuan massa pendukungnya lalu menyatakan Sumpah Mahasiswa. Atau sedikit mirip dengan ditahun 1928 ketika bait-bait Sumpah Pemuda pertama kali digelorakan oleh Moehamad Yamin. Peristiwa itu sebagai salah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Yang pasti, beda zaman, beda cerita, beda pula semangatnya. Nina Armila hanyalah salah seorang yang memanfaatkan media sosial sebagai akses untuk menyalurkan aspirasinya. Semangatnya adalah ingin mengangkat harkat dan martabat para TKW yang berkerja diluar negeri. Mereka ingin adanya keadilan mengenai gaji pekerja diluar negeri. Para TKW juga ingin pekerjaan mereka tak dipandang sebelah mata karena pekerjaan mereka yang rendahan.

Jakarta, 30 Juli 2016



0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts