Monday, October 10, 2016

Sepenggal Kisah Petani Kopi dalam Kronik Agraria

Ilustrasi (Sumber: food.detik.com)
Seperti hari-hari lain, segelas kopi ku sesap dengan pelan dan hati-hati. Dengan pelan biar terasa nikmat, dengan hati-hati agar lidah tak hangus. Pagi ini bersama segelas kopi dan catatan dari A.N. Luthfi, Razif, M. Fauzi tentang Kronik Agraria Indonesia.

Catatan ini sedikit menyinggung nasib para petani kopi di Pasundan Jawa Barat sekitar tahun 1720 silam. Dimana VOC mewajibkan warga Pasundan untuk menanam kopi dengan jumlah dan harga yang sudah ditentukan. Tak hanya itu, cara kerja petani kopi pun dipaksa dan mendapat perlakuan kasar dari VOC. Nanti sekitar tahun 1870, mereka melakukan perlawanan dan tanam paksa kopi pun dihentikan.

***

Tentang nasib petani kopi dizaman itu, perjalanan mereka penuh dengan kegetiran dan tekanan dari rezim VOC yang melakukan penguasaan tanah. Politik agraria yang lahir dari rezim VOC, Kolonial Hindia-Belanda, Orde Lama, Orde Baru, hingga pemerintahan kita sekarang adalah cerminan sikap dan cara mereka menghadapi pertumbuhan kapitalisme.

“Agraria adalah akibat, Kapitalisme adalah Sebab”. Saya kemudian menatap tajam cairan di dalam gelas, ini berisi kopi yang menurutku tak hanya terbatas pada frame warna hitam, ini tak segampang kita menghabiskan cairan kopi lalu meninggalkan ampas dalam gelas, atau duduk berjam-jam disudut warung kopi dan menjadi pengamat politik amatiran di kampung-kampung, ini diluar kebiasaan hari-hari kita bersama kopi, bahwa ada jejak atau peristiwa yang memilukan dari para petani kopi kita, yang dulu dipaksa dan hak-hak mereka dirampas. 

Persoalan agraria akan menjadi persoalan serius ketika kita telah memisahkan tanah dari ikatan sosio-kulturalnya dan menempatkan tanah sebagai barang komiditi. Ketika memasukan tanah dalam mekanisme pasar, menjadikan bahan dagangan, ditawar-tawar, dimonopoli, maka akan melahirkan guncangan dalam masyarakat, baik secara sosial, ekonomi, politik, ekologi, dan budaya. 

Dari sepenggal kisah petani kopi dalam kronik agrarian Indonesia, membawa saya untuk memahami perjuangan para petani kopi saat itu. Perjuangan itu tak hanya untuk mendapatkan hak-hak mereka atas tanah, tapi mereka juga melakukan perlawanan dan berhasil keluar dari belenggu VOC.  
***

Segelas kopi ini tak hanya berisi air dengan komposisi gula dan kopi hitam. Tapi lebih dari apa yang ku sesap pada setiap tetesnya. Saatnya untuk menuntaskan tugas-tugas hari ini. 

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts