![]() |
Sumber: ilustrasi demonstrasi, pikiran rakyat |
EMPAT November sudah
berlalu, artinya aksi tanggal empat itu sudah selesai. Yang tersisa hanyalah
cerita, yang tersisa hanyalah lelah dari aksi yang melewati batas waktu hingga
malam di depan gedung parlemen, yang ditinggalkan hanyalah sisa-sisa sampah
yang berserahkan di jalan-jalan ibukota.
Hari yang cukup melelahkan, aksi itu menguras banyak energi dan materi demi menyolidkan barisan muslim dan menentang sang penista agama. Aksi tanggal empat itu menjadi tontonan publik, headline diberbagai tivi tanah air. Di medsos juga ramai di perbincangkan dan menjadi spekulasi yang berkembang liar.
Aksi tanggal empat November itu memang lebih ramai dari aksi Bela Islam jilid I. Ada ribuan atau mungkin ratusan ribu orang yang turun jalan. Mereka datang karena agama sedang dilecehkan, mereka rela datang jauh-jauh untuk berdemonstrasi dan meminta pihak kepolisian segera menahan Ahok. Meskipun ada beberapa dari peserta aksi saat dalam perjalanan mengalami musibah, mobil bus yang mereka tumpangi terbalik dan memakan korban. Mereka memang berduka, tapi tidak menyulutkan gerakan. Kumandang takbir menjadi pemantik untuk menggerakan massa.
Di depan Istana, titik aksi mereka fokuskan. Silih berganti orang-orang yg berorasi, dari yang katanya "ahli agama" sampai Politisi ternama dari gedung senayan. Materi orasi pun bervarisasi, dari materi Ahok yang menista agama sampai materi "Menurunkan Presiden".
Demonstrasi ini menjadi momen, ada banyak yang berkepentingan untuk "nebeng" di masalah penistaan agama Ahok. Saking menariknya, sampai-sampai pak mantan RI 1 (SBY) ikut-ikut berkomentar. Sayangnya, beliau tak tahu pembicaraan dimulai darimana dan diakhiri dengan statemen apa. Publik menilainya, pak mantan Baper dan Curhat lagi.
Pak mantan lebih banyak "menangkis" bahasa-bahasa media yang akhir-akhir ini ramai memberitakannya. Misalnya terkait kasus aktivis HAM Munir, pemberian rumah oleh negara, harta kekayaan yang triliunan, hingga majunya Agus sang anak sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Satu hal yang membuat dirinya "blunder" saat melakukan konferensi pers di kediamannya di Cikeas Bogor. Salah satu statemennya menanggapi rencana aksi tanggal empat itu, ketika ia meminta penegak hukum agar segera memanggil Ahok untuk diproses secara hukum. Nah dari statemen ini, seharusnya pak mantan sering-sering update pemberitaan, bukankah pak Ahok sendiri sudah pernah datang, bukankah pak Ahok sendiri yang berinisiatif untuk datang ke kepolisian.
Dan pada akhirnya, aksi tanggal
empat yang katanya damai itu pecah. Kira-kira setelah peserta aksi menjalankan
ibadah sholat Isya. Kesabaran mereka sudah tak bisa diajak kompromi lagi. Sejak
tadi menunggu kabar kapan pak Presiden pulang ke istana. Di kabarkan, sewaktu
aksi itu berlangsung, pak Presiden masih mengecek proyek kereta-bandara di
lokasi pekerjaan. Sebenarnya, tugas untuk menemui demonstran sudah diberikan
kepada Wakilnya Jusuf Kalla, namun peserta aksi masih merasa belum begitu puas.
Tapi begitulah. Kita
mesti memetik banyak pelajaran dari aksi tanggal empat itu, kita mesti
mengambil banyak hikmah dari isu penistaan agama. Barangkali Ahok memang salah,
sebab ia berani bermain api di dalam SPBU. Percikan api itu dengan cepat
membakar amarah banyak orang dan bahkan menghilangkan rasionalitas berpikir
mereka. Paling tidak, dari lidah dan ucapan Ahok yang dianggap menistakan agama
itu, umat islam sudah membuktikan solidaritasnya, mereka bersatu dan sama-sama
turun aksi. Paling tidak, dari rangkaian aksi-aksi itu, ada beberapa kelompok yang
sangat diuntungkan, misalnya para pedagang kaki lima yang pendapatannya bisa
bertambah berapakali lipat dari hari biasa. Namun apakah ada dari kelompok lain
yang juga mendapatkan keuntungan aksi itu? Tentu iya, siapakah mereka? Mari kita
bertanya pada rumput yang bergoyang.
Presiden dia prgi cek ban kereta api yg kempes kayakx makax tdk bisa dtunda hehee
ReplyDelete