Thursday, December 15, 2016

Rachel Datang Disaat Hujan


Lampu merkuri ditepi jalan itu telah lama menyala, sebelum malam, atau mungkin tak pernah padam. Sejak tadi Rachel mununggu, berdiri tak jauh dari tiang lampu jalan.

Malam itu langit sedang mendung. Hingga akhirnya, hujan pun turun. Kadang deras, kadang gerimis. Rachel tak beranjak kemana-mana. Lebih baik ia menunggu, menunggu Dian, seseorang yang sangat ia sayangi, seseorang sangat ia cintai. Setelah beberapa lama tak bertemu, Rachel sangat merindukannya.

Hampir setahun lamanya, jarak memisahkan dirinya dengan Dian. Meski begitu, namanya tetap melekat dalam ingatannya. Kemanapun Rachel pergi, sekalipun banyak wajah wanita lain yang pernah dilihatnya, wajah Dian tak pernah hilang dari rekam matanya. Kalaupun, mata dan telinga Rachel tak berfungsi, mungkin ia bisa mengenalinya melalui penginderaan lain. 

Hujan masih membasahi alam, angin belum mau membawa awan hitam itu untuk pergi, begitupun dengan Rachel, dinginnya malam tak mampu membujuk Rachel untuk mencari kehangatan, matanya masih memantau setiap kendaraan yang melintas. Di bawah sinar lampu jalanan, Rachel terus memeluk erat tubuhnya yang sejak tadi dingin, ia kedinginan.

Malam semakin larut, hujan pun masih setia turun menemani Rachel. Bibir Rachel sedikit pucat, hampir sekujur tubuhnya basah, tapi ia tak beranjak selangkah pun, ia masih ditepi jalan yang mulai terlihat sepi. Apa yang dinantinya, belum juga tampak. Rachel tetap menanti, walau dingin karena basah, walau dingin menembus tulang. Meski hujan, Rachel sama sekali tak menyalahkan fenomena alam ini, apalagi marah dengan Sang Penciptanya.

Sebenarnya Rachel khawatir. Sampai selarut ini perempuan yang ditunggunya belum juga pulang. Sesekali ia membuka layar mobile phone, dimatikan, lalu dibukanya lagi. Rachel memang gelisah. "Kenapa ya Dian belum juga pulang, harusnya jam segini ia sudah berada dalam kamar dan berselimut" Rachel membatin.

Dua jam waktu terpakai ditempat itu, tinggal ada satu atau dua kendaraan yang melintasi jalan. Jalanan mulai sepi, hanya ada Rachel bersama hujan dan dingin. Rachel mencoba mengakrabkan diri dengan alam, meskipun hujan dan dingin tak mengenalnya di malam itu. 

Lampu sorot sebuah mobil tampak memantul dari genangan air di sebelah Rachel. Suara ban mobil semakin jelas melejit di jalan yang basah. Mobil itu lambat laun menepi tak jauh dari motor butut Rachel terparkir. Suara mesin mobil itu tak lagi meninggi, diganti dengan suara detak jantung Rachel. Siapa gerangan di dalam mobil itu? 

Rupanya itu Dian, perempuan yang ditunggunya sejak tadi, sebelum hujan, lalu gerimis, sampai hujan lagi. Ya, itu Dian, kekasihnya yang ditunggu sejak beberapa jam lalu. Dengan hati-hati Dian menuruni mobil, sementara Rachel masih berdiri ditempatnya, mematung, wajahnya kusut, hatinya remuk, pikirannya kosong, ia seperti lupa diri. 

Rachel tak menyangka, Dian yang dikenalnya selama bertahun-tahun itu telah bersama seseorang, seorang lelaki yang tak lain adalah teman Rachel semasa sekolahnya dulu. Sungguh, Rachel tak menyangka dengan keadaan ini. Ia tak percaya dengan apa yang di lihatnya. Rachel mencoba untuk memperteguh diri, ia melepas pikiran-pikiran liarnya. Rachel mencoba untuk bersikap tenang, hatinya dibawa riang, ia lalu menyapa Dian yang kelihatan sedikit lelah dan cuek. 

Malam itu sebenarnya Rachel ingin mengajak Dian bercerita, cukup lama tak bersua, ia sangat rindu, Rachel ingin duduk berdua, dengan segelas kopi. Tapi, pertemuannya dengan Dian singkat saja. Rachel mencoba untuk memahami Dian yang mungkin kecapean. Sejak pagi ia berkantor sampai malam hari. Rachel paham betul, kalau Dian butuh istrahat. 

Malam itu tak sekedar datangnya hujan, bahkan lebih dari hujan, basah dan dingin. Rachel hanya tertunduk, meratapi apa-apa yang harus disesali. Apa yang ditunggunya hanyalah sebuah mobil, seorang lelaki dan seorang perempuan. Rupanya Rachel datang diwaktu yang tak tepat. Seharusnya ia datang dimusim lain, diwaktu ketika bulan dan bintang-bintang bertaburan dimalam hari.

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts