Seorang kawan, anggota Polres Buton mengabarkan melalui telepon, sampai tengah malam tadi situasi di lokasi konflik masih mencekam. Sejumlah aparat (TNI dan Polri) terus berjaga. Bala bantuan ratusan personel Polda Sultra telah di datangkan. Sebab, tanda-tanda konflik itu semakin meluas, juga beredar informasi jika sekelompok warga dari desa lain akan masuk untuk menambah kekuatan pasukan yang melakukan penyerangan. Makanya, jumlah personil Polisi ditambah.
Kawan itu sudah beberapa hari di lokasi kejadian, di zona konflik antara warga Desa Sampuabalo dan warga Desa Gunung Jaya. Tahun ini ia tidak merasakan hangatnya berlebaran bersama keluarga. Sejak konflik itu pecah tepat di hari lebaran, Rabu (5/6), ia langsung mendapat tugas, atasannya memberi perintah untuk segera menuju lokasi kejadian. Katanya, saat tiba, ia masih sempat melihat rumah-rumah warga Desa Gunung Jaya menyala, dilalap si jago merah yang sumbernya dari bom molotov yang dilemparkan. Tak butuh berapa lama, kampung itu berubah menjadi lautan api, asap hitam mengepul menutup birunya langit. Api dengan sangat cepat membakar karena rata-rata rumah yang menjadi sasaran itu berbahan kayu.
Saya, yang berada dalam zona aman, yang terpaut jarak sekira 60-an kilometer dari lokasi kerusuhan, turut merasakan kesedihan yang amat dalam setelah menyaksikan pertikaian sesama saudara di desa. Di luar perkiraan saya yang sering berkunjung ke desa-desa itu, saya selalu melihat warga yang hidupnya rukun, tak ada konflik yang se bengis seperti kejadian saat ini. Menurut pengakuan beberapa kawan, dua desa itu sudah sering berkonflik, namun dengan masalah-masalah sepeleh. Biasanya dibawah pengaruh alkohol, tapi masih bisa diatasi dan tidak sampai meluas.
Boleh jadi, konflik yang bermula dari konvoi motor oleh sekelompok pemuda tepat di hari lebaran itu adalah akumulasi dari rangkaian konflik-konflik sebelumnya. Konflik antar desa itu sudah sering terjadi dan saling berbalas serang, hingga sampailah di titik klimaks. Selain itu, isu etnis paling rentan di "goreng" oleh oknum-oknum yang menginginkan kedua kelompok sub etnis itu berkonflik. Disebarlah stigma-stigma negatif kepada kelompok sub etnis yang merasa inferior dan tidak pantas memperoleh akses tanah atau hak kelola sumberdaya. Oleh masyarakat desa yang mendapatkan stigma negatif itu, terbentuk kesadaran kolektif untuk melakukan perlawanan terhadap mereka kelompok yang merasa superior.
Fenomena konflik antar desa penyebabnya bisa dilihat dari beberapa sudut pandang dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi. Tapi alasan mengapa konflik antar warga selalu terjadi, topik-topik yang paling sering dibicarakan adalah soal kemiskinan dan lapangan kerja. Berkaca pada kasus di daerah lain, ada beberapa analisis yang dapat dipetik: Pertama, adanya klaim sejarah kepemilikan dan penguasaan lahan serta ketidakjelasan batas wilayah antar desa. Kedua, Romantisme kekerasan yang diwariskan turun temurun sehingga dengan mudah membentuk perilaku masyarakat yang hobi dengan kekerasan. Ketiga, Penegakan hukum yang lemah, cenderung tidak adil, lambat menangani kasus, dan adanya pembiaran dalam melihat kasus-kasus kekerasan. Keempat, angka pengangguran yang tinggi, sementara ketersediaan lapangan kerja terbatas juga rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki anak-anak muda desa. Kelima, pergeseran skala konflik, yang bermula dari hal sepeleh dengan melibatkan pelaku yang sangat personal, namun dalam waktu singkat berubah menjadi konflik komunal. Keenam, terbatasnya ruang publik dan hiburan sebagai tempat untuk mengekspresikan diri, khusus bagi kelompok anak muda yang kurang mendapat perhatian dan pembinaan untuk kegiatan-kegiatan produktif.
Tentu masih ada faktor-faktor lain yang memicu terjadinya konflik antar warga di desa. Tapi apa yang diharapkan saat ini agar konflik tidak berkepanjangan dan tidak lagi memakan korban jiwa, maka masing-masing pihak yang berseteru bisa menahan diri, tidak terpancing dengan isu-isu yang memicu konflik serta adanya provokasi dari oknum yang mendapatkan keuntungan dari peristiwa ini. Pemerintah daerah bersama pihak keamanan segera mengambil langkah preventif dan melakukan rekonsiliasi kepada dua kelompok warga desa yang berkonflik agar situasi di daerah kembali kondusif.
Dari lokasi kejadian, teman polisi itu kembali menelfon saya, memberitahu kalau hingga kini situasi masih belum begitu aman. Ia juga belum tidur semalaman karena harus siaga, melakukan patroli agar tidak ada penyusup yang coba menambah sutuasi jadi kacau.
Kita berharap, situasi disana bisa segera pulih dan masyarakat di pengungsian dapat kembali ke desa dengan tenang dan aman.
0 komentar:
Post a Comment