Sebuah desa pertanian tiba-tiba diramaikan dengan isu bunuh diri (suicide). Media massa berlomba mengangkat isu itu ke permukaan. Media mainstream bersaing untuk mendapatkan informasi mengenai isu bunuh diri dari orang-orang desa.
Desa Peepli di India, tadinya tidak begitu ramai, sampai suatu ketika diserbu oleh stasiun televisi yang ingin menyiarkan secara langsung kondisi desa dan keluarga Natha, keluarga miskin yang tidak memiliki apa-apa, kecuali sebidang tanah yang telah ia jaminkan ke bank.
Potret kemiskinan di desa Peepli sangat memprihatinkan. Lingkungannya jauh dari kata sehat. Tidak banyak toilet yang tersedia di desa. Inilah yang membuat masyarakat desa harus ke ladang setiap kali BAB. Sawah dan ladang menjadi tidak terurus karena petani kesulitan untuk mendapatkan air. Industrialisasi telah meminggirkan kehidupan masyarakat desa Peepli yang semula agraris, memaksa mereka untuk mencari sumber kehidupan lain yang jauh dari tradisi dan kebiasaan mereka sebelumnya.
Natha sedang dalam keadaan terpuruk, ibunya terbaring sakit di gubuk, rumah mereka satu-satunya di desa. Istrinya terus memarahi dirinya yang kerap mabuk dan tak bekerja. Ia tidak bisa lagi bertani, ia hanya bisa meratapi hari-harinya yang tak pasti. Pemerintah hanya menyediakan pupuk impor tetapi tidak memberi bibit dan membuat bendungan untuk mengairi sawah. Pemerintah memberi bantuan pompa air tetapi tidak menyediakan alat untuk menggali sumur. Program pemerintah tidak tepat sasaran untuk kebutuhan masyarakat. Perhatian pemerintah selalu alpa, kecuali setelah isu bunuh diri telah menyebar kemana-mana dan di saat suksesi politik itu kembali digelar.
Pada situasi seperti itu, Natha sudah tidak punya pilihan lain. Sudah kemana-mana ia mencari kerja tapi tak ada yang menerima dirinya. Pihak bank telah menyita tanahnya, tak ada lagi tempat untuk bertani dan menanam harapan. Demi menyelamatkan ekonomi keluarganya, Natha berpikir untuk melakukan bunuh diri. Dalam pikiran Natha, hanya dengan jalan itu pemerintah mau membantu keluarganya. Karena pemerintah akan membayar kompensasi kepada orang-orang yang melakukan bunuh diri.
Rencana Natha akan melakukan bunuh diri mengundang banyak reaksi dari banyak pihak, temasuk media massa. Mulai saat itu, Natha dan keluarganya menjadi pusat perhatian media dan ramai dibicarakan publik.
Lelaki itu terus diburu para awak media yang hendak mewawancarainya. Tetapi Natha selalu menghindar dari sorotan kamera dan sejumlah pertanyaan jurnalis. Sementara itu pemerintah berusaha mengajaknya untuk tidak melakukan bunuh diri. Pemerintah lalu memberi bantuan untuk keluarga Natha. Sayang barang itu tidak memberi manfaat. Selain pemerintah, beberapa elit hadir menemuinya. Mereka melakukan provokasi dan intimidasi, berharap Natha mau melakukan bunuh diri. Para elit, mereka adalah pihak oposisi pemerintah yang menginginkan aksi bunuh diri itu terjadi.
Isu bunuh diri terus direproduksi media massa. Banyak pihak yang memanfaatkannya untuk kepentingan tertentu. Banyak elit yang menumpangi isu bunuh diri untuk menaikan popularitas. Mereka tiba-tiba peduli dan memberi bantuan. Mereka datang penuh iba di antara masyarakat miskin desa untuk membela dan menyalahkan program pemerintah yang keliru dan menyimpang. Tapi para elit tak peduli, ketika bunuh diri itu benar-benar terjadi dan dilakukan masyarakat desa, mereka sangat diuntungkan. Mereka justru berharap akan ada yang melakukannya. Dengan begitu, bunuh diri tak hanya sekedar menjadi isu.
Pemerintah sadar dan tak membiarkan aksi bunuh diri itu terjadi. Pemerintah menyadari program itu gagal dan tidak membawa keuntungan secara ekonomi bagi mereka. Begitulah prinsip pemerintah soal untung-rugi, tanpa peduli kemiskinan yang melilit masyarakat petani di desa. Ketika kemiskinan diikuti dengan tingginya angka bunuh diri, pemerintah akan mengeluarkan banyak anggaran kompensasi kepada keluarga mereka yang tewas bunuh diri.
Bagi kelompok-kelompok elit politik yang beroposisi dengan pemerintah, kebijakan itu menjadi senjata untuk menyerang pihak pemerintah. Tujuannya adalah untuk menjatuhkan lawan politik dari pemerintah yang akan bertarung dalam satu momen politik. Pihak oposisi juga sama-sama tidak memberi efek positif atas kemiskinan dan kemungkinan bunuh diri itu terjadi. Mereka hanya memanfaatkan momentum di atas penderitaan petani-petani miskin di desa.
Begitu juga dengan perusahaan-perusahaan media yang ketika itu sedang sepi dari perhatian publik. Pada satu isu bunuh diri di desa yang miskin, media melakukan eksploitasi untuk menaikkan rating, jumlah pembaca dan penghasilan. Terutama bagaimana berita bisa sampai ke pemerintah, elit politik atau publik figur. Dengan begitu, akses perusahaan media bisa dengan cepat mendulang keuntungan dari bisnis pemberitaan.
Keluarga Natha adalah satu dari sekian banyak keluarga petani yang hidup dalam lingkaran kemiskinan di desa Peepli. Sepintas, kehidupan keluarga Natha yang miskin dan penuh tekanan kerap kita jumpai di sekitar kehidupan kita. Dinamika sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi sebagaimana kisah film Peepli Live ini dapat kita saksikan dalam kehidupan yang nyata.
Gambaran kehidupan masyarakat desa dalam film Peepli Live mengingatkan kembali pada fakta-fakta sosial di negara kita. Dimana peraturan perundang-undangan dibuat saling tumpang-tindih. Sejumlah kebijakan pemerintah belum memihak kepada masyarakat kelas bawah. Ekstrasi sumber daya alam dalam skala besar selalu merugikan lingkungan serta tidak memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Media massa sebagai salah satu pilar demokrasi belum berhasil menjembatani kepentingan masyarakat kecil dan lebih berorientasi bisnis. Begitu juga dengan para elit dan keberadaan partai politik, mereka menjadi kompor kegaduhan, membuat masyarakat terbelah dan memicu konflik.
Peepli Live adalah film komedi satir India yang mengeksplor topik Bunuh Diri Petani. Meksipun film ini kontroversi karena dianggap menghina petani miskin Vidarbha yang menjadi korban globalisasi dan kebijakan-kebijakan buruk di negara bagian itu. Tetapi, sang produser Aamir Khan dan Kiran Rao sukses membawa film yang rilis tahun 2010 ini menjadi Film Asing Terbaik Academy Awards ke-83.
Pada film ini, kita dapat melihat bagaimana persekokongkolan elit dibangun demi hasrat politik mereka. Bagaimana isu ditunggangi dengan mengatasnamakan masyarakat miskin. Juga bagaimana informasi dimanipulasi dengan membuat framing berita.
Pada film ini, kita dapat melihat bagaimana persekokongkolan elit dibangun demi hasrat politik mereka. Bagaimana isu ditunggangi dengan mengatasnamakan masyarakat miskin. Juga bagaimana informasi dimanipulasi dengan membuat framing berita.
0 komentar:
Post a Comment