Monday, November 25, 2019

Kami yang Hanya Bisa Mendengar


Kami dengar, di teluk itu masih dipenuhi rakit dan rumput laut. Tapi banyak yang telah ditinggalkan tuannya. 

Kami dengar, harga rumput laut di pasar sudah anjlok, hampir tak bernilai lagi. Tapi bapak masih berharap kepada yang mulia penentu kebijakan agar memikirkan nasib petani rumput laut di sana.  

Kami dengar, rumput laut di sana banyak yang hancur karena laut yang tercemar limbah industri. Tapi bapak masih bertahan, berharap perusahaan tanggung jawab dengan kondisi lingkungan di teluk itu. 

Kami dengar, teman-teman se profesi bapak banyak yang ke luar kampung untuk mencari kerja. Tapi bapak memilih bertani di laut untuk menafkahi anak dan istri. 

Kami dengar, laut yang menjadi halaman rumah bapak mulai sepi dari para tamu yang dulu sering berkunjung. Apakah periset, penyuluh, atau politisi, yang datang sebagai pencari data, pendamping, atau penjual kecap. 

Kami dengar memang begitu. Karena kami hanya bisa mendengar dari balik gedung-gedung bertingkat: gedung pemerintahan, gedung kampus atau gedung perwakilan rakyat. 

Kami hanya bisa mendengar, padahal Tuhan telah menganugerahi indera lain agar kita memiliki kesadaran, keadaan di sekitar kita. 

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts