![]() |
Source: flickr.com |
Desa
Pujon Kidul tampak biasa sebagaimana desa-desa lain di Kabupaten Malang, Jawa
Timur. Sebelumnya, desa pertanian ini belum menjadi perhatian publik. Kehidupan
masyarakat desa juga berjalan seadanya, tidak banyak yang berubah. Aktivitas mereka
lebih banyak di sawah, sambil memelihara ternak. Kepala desa silih berganti,
pemerintahan di desa juga belum menunjukkan geliat pembangunan.
Pendapatan
Asli Desa (PADes) Pujon Kidul saat itu baru berkisar 20 sampai 30 juta per
tahun. Pengangguran di desa juga meningkat. Banyak anak-anak muda desa memilih
keluar, mencari kerja ke kota. Tetapi pemerintah desa tak tinggal diam, berbagai
cara coba dilakukan. Tahun 2015, pertama kali Dana Desa dikucurkan, desa Pujon
Kidul mulai berbenah. Pemerintah desa mulai melihat adanya potensi yang kelak bisa
dimanfaatkan untuk masyarakat. Kepala desa menyulap desa dengan menjadikan
Pujon Kidul sebagai desa wisata. Usaha itupun dirasakan setelah adanya
peningkatan signifikan dalam PADes.
Pengelolaan
Dana Desa menjadi jalan keluar dari kebuntuan pembangunan Pujon Kidul. Kepala
desa berinisiatif melakukan pemetaan potensi terkait kebutuhan pembangunan
desa. Kepala desa kemudian mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk
mengelola potensi wisata Pujon Kidul. Beberapa tahun berjalan, pengelolaan
wisata memberi dampak positif sehingga pemasukan desa meningkat tajam. Hasilnya,
tahun 2018 PADes Pujon Kidul meningkat hingga lebih dari 1,3 Milyar.
***
Belum banyak
desa-desa melakukan perubahan secara subtantif. Produktivitas desa selalu lambat
dalam berbagai bidang pembangunan. Beberapa kepala desa kerap mengeluh, jika
pemberian Dana Desa yang diterima ratusan juta tiap tahun itu belum mampu dikelola
untuk mewujudkan cita-cita desa, menyejahterakan masyarakat.
Pemerintah
desa tampak kebingungan mengelola dana yang cukup besar itu, apalagi bagi desa-desa
yang berada di wilayah timur nusantara. Mereka sadar, pengetahuan (knowledge)
dan pengalaman dalam pemerintahan dirasa belum cukup. Beberapa kepala desa merasa
seperti menanggung beban berat ketika mengelola Dana Desa. Di sisi lain ada yang
berpikir, inilah kesempatan mereka untuk mendapat kekayaan dari Dana Desa. Kepala
desa pada akhirnya tergiur untuk melakukan Korupsi. Jabatan kepala desa dimanfaatkan
sebagai peluang untuk bermain curang.
Pengelolaan
Dana Desa selama ini memang masih menyimpan banyak persoalan. Hasil telaah
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI terhadap hasil pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas kegiatan pembinaan dan pengawasan pengelolaan
Dana Desa tahun anggaran 2015 sampai dengan semester I tahun 2018 di seluruh
Indonesia, ditemukan adanya permasalahan utama pengelolaan Dana Desa, baik
dalam aspek Pembinaan maupun Pengawasan.
Apa masalah
pembinaan pengelolaan Dana Desa saat ini?
Antara
lain karena belum adanya regulasi penetapan standar akuntasi pemerintahan desa,
belum adanya regulasi penyelenggaraan dan pembinaan aparatur desa yang lengkap,
mutakhir serta sesuai dengan peraturan. Selain itu, perencanaan
Dana Desa belum dilakukan berdasarkan pemetaan masalah dan kebutuhan desa. Pelaksanaan
pembinaan program kegiatannya juga belum sepenuhnya selaras dengan skala
prioritas penggunaan Dana Desa.
Lalu
bagaimana dengan pengawasan pengelolaan Dana Desa selama ini?
Pada
aspek pengawasan pengelolaan Dana Desa, perencanaan pengawasan oleh pemerintah
daerah belum mempertimbangkan resiko. Itu terlihat dari beberapa daerah yang tidak
memiliki rencana dan pemetaan masalah dalam pembuatan kegiatan pengawasan. Pengawasan
yang dilakukan belum sepenuhnya mencakup evaluasi atas kesesuaian APBDes dengan
skala prioritas penggunaan Dana Desa dan tidak memuat tindak lajut perbaikan
dalam laporan pengawasan. Tapi itu dalam aspek pembinaan dan pengawasan.
Lalu apakah
dalam rentang lima tahun ini, atau sejak tahun 2015 sampai 2019 dana yang
disalurkan kepada pemerintah desa itu belum mampu memberi manfaat yang berarti
bagi masyarakatnya? Rupanya masalah utama pembangunan di desa tidak sekedar
berharap mendapat bantuan dana pusat yang diterima desa setiap tahun
itu. Di titik ini pemerintah desa dituntut untuk bekerja lebih kreatif dan
mampu melahirkan sesuatu yang inovatif untuk menggerakkan roda perekonomian
desa.
Pemerintah
desa harus keluar dari kebiasaan lama yang hanya berfokus pada sistem pelaporan
dan pertanggungg jawaban kegiatan desa. Kebiasaan itu justru mengekang gagasan,
kreativitas, serta inovasi pemerintah desa dalam bekerja. Pada beberapa kasus,
kepala desa tidak mampu berbuat banyak ketika ada intervensi pihak eksternal
yang juga ingin menikmati kue dari Dana Desa. Ada pihak-pihak yang datang dan memanfaatkan
desa sebagai ladang proyek. Mereka tahu, di desa mereka bisa mendapatkan jatah
dan porsi proyek lebih leluasa.
Pada situasi
seperti itu pemerintah desa dituntut untuk mengubah cara pandang pembangunan
yang berorientasi proyek kepada kegiatan-kegiatan produktif dan dilakukan secara
partisipatif dengan melibatkan elemen masyarakat, tanpa harus menggeser nilai-nilai
kearifan lokal yang mereka miliki sejak lama. Dengan kearifan lokal, akan
tumbuh banyak keteladanan dan kebijaksanaan di desa.
***
Kini desa
Pujon Kidul menjadi magnet dari para wisatawan. Pemerintah desa berhasil
mengubah wajah desa itu menjadi desa wisata dengan ragam wahana. Tidak hanya
itu, pengelola wisata juga memberi edukasi kepada pengunjung, seperti kegiatan
memerah susu Sapi, menunggangi Kuda, hingga menjual produk-produk pertanian. Tercatat,
rata-rata jumlah pengunjung mencapai 3.000 saat hari kerja, dan 5.000
pengunjung di saat hari libur.
Sejak desa
Pujon Kidul menjadi desa wisata, masyarakat memiliki banyak usaha tambahan. Anak-anak
muda mulai kembali ke desa dengan menjaga homestay, menyewakan Kuda,
hingga menjadi pemandu untuk mengenalkan nuansa asri desa kepada setiap
pengunjung.
Di sinilah
keberhasilan Pujon Kidul melakukan inovasi. Program pemerintah desa memberi efek
domino, yang kemudian merambah ke sektor-sektor lain. Udi Hartoko, kepala desa
Pujon Kidul mampu memanfaatkan potensi desa dengan menggerakkan seluruh masyarakat.
Potensi itu terhampar di desa yang memiliki luas 330 hektare. Kepala desa
melihat ada potensi ekonomi di lahan masayarakat. Ia lalu menjadikan perkebunan
masyarakat sebagai spot wisata, seperti wisata petik Apel dan sayur-sayuran,
sehingga memberi pemasukan bagi petani di desa.
Menurut Udi
Hartoko, prinsip mengembangkan BUMDes tak hanya menjadikan BUMDes sebagai
sumber penghasilan untuk meningkatkan omset atau PADes. Prinsip yang utama
adalah bagaimana BUMDes dapat memberi dampak kepada aktivitas ekonomi
masyarakat. Prinsip inilah yang menjadi pegangan desa Pujon Kidul selama ini. Sebab
jika hanya mengandalkan Dana Desa, butuh 21 tahun lamanya untuk menjadi desa yang
maju. Makanya desa harus mandiri, dengan memanfaatkan berbagai potensi yang
dimiliki untuk meningkatkan PADes melalui BUMDes.
“Jangan sampai BUMDes besar, masyarakat tidak bergerak. Jangan sampai jalan lurus, bagus, tetapi urbanisasi massif, kemiskinan tidak menurun, pengangguran juga demikian. Tapi bagaimana BUMDes ini berjalan bersama masyarakat, menata ekonomi yang memberikan dampak lebih luas kepada masyarakat.” (Udi Hartoko, Kepala Desa Pujon Kidul).
0 komentar:
Post a Comment