Sunday, December 8, 2019

Cara Pujon Kidul Sukses Mengelola Dana Desa

Source: flickr.com

Desa Pujon Kidul tampak biasa sebagaimana desa-desa lain di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sebelumnya, desa pertanian ini belum menjadi perhatian publik. Kehidupan masyarakat desa juga berjalan seadanya, tidak banyak yang berubah. Aktivitas mereka lebih banyak di sawah, sambil memelihara ternak. Kepala desa silih berganti, pemerintahan di desa juga belum menunjukkan geliat pembangunan.

Pendapatan Asli Desa (PADes) Pujon Kidul saat itu baru berkisar 20 sampai 30 juta per tahun. Pengangguran di desa juga meningkat. Banyak anak-anak muda desa memilih keluar, mencari kerja ke kota. Tetapi pemerintah desa tak tinggal diam, berbagai cara coba dilakukan. Tahun 2015, pertama kali Dana Desa dikucurkan, desa Pujon Kidul mulai berbenah. Pemerintah desa mulai melihat adanya potensi yang kelak bisa dimanfaatkan untuk masyarakat. Kepala desa menyulap desa dengan menjadikan Pujon Kidul sebagai desa wisata. Usaha itupun dirasakan setelah adanya peningkatan signifikan dalam PADes.

Pengelolaan Dana Desa menjadi jalan keluar dari kebuntuan pembangunan Pujon Kidul. Kepala desa berinisiatif melakukan pemetaan potensi terkait kebutuhan pembangunan desa. Kepala desa kemudian mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk mengelola potensi wisata Pujon Kidul. Beberapa tahun berjalan, pengelolaan wisata memberi dampak positif sehingga pemasukan desa meningkat tajam. Hasilnya, tahun 2018 PADes Pujon Kidul meningkat hingga lebih dari 1,3 Milyar.

***

Belum banyak desa-desa melakukan perubahan secara subtantif. Produktivitas desa selalu lambat dalam berbagai bidang pembangunan. Beberapa kepala desa kerap mengeluh, jika pemberian Dana Desa yang diterima ratusan juta tiap tahun itu belum mampu dikelola untuk mewujudkan cita-cita desa, menyejahterakan masyarakat.

Pemerintah desa tampak kebingungan mengelola dana yang cukup besar itu, apalagi bagi desa-desa yang berada di wilayah timur nusantara. Mereka sadar, pengetahuan (knowledge) dan pengalaman dalam pemerintahan dirasa belum cukup. Beberapa kepala desa merasa seperti menanggung beban berat ketika mengelola Dana Desa. Di sisi lain ada yang berpikir, inilah kesempatan mereka untuk mendapat kekayaan dari Dana Desa. Kepala desa pada akhirnya tergiur untuk melakukan Korupsi. Jabatan kepala desa dimanfaatkan sebagai peluang untuk bermain curang.

Pengelolaan Dana Desa selama ini memang masih menyimpan banyak persoalan. Hasil telaah Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI terhadap hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas kegiatan pembinaan dan pengawasan pengelolaan Dana Desa tahun anggaran 2015 sampai dengan semester I tahun 2018 di seluruh Indonesia, ditemukan adanya permasalahan utama pengelolaan Dana Desa, baik dalam aspek Pembinaan maupun Pengawasan.

Apa masalah pembinaan pengelolaan Dana Desa saat ini?

Antara lain karena belum adanya regulasi penetapan standar akuntasi pemerintahan desa, belum adanya regulasi penyelenggaraan dan pembinaan aparatur desa yang lengkap, mutakhir serta sesuai dengan peraturan. Selain itu, perencanaan Dana Desa belum dilakukan berdasarkan pemetaan masalah dan kebutuhan desa. Pelaksanaan pembinaan program kegiatannya juga belum sepenuhnya selaras dengan skala prioritas penggunaan Dana Desa.

Lalu bagaimana dengan pengawasan pengelolaan Dana Desa selama ini?

Pada aspek pengawasan pengelolaan Dana Desa, perencanaan pengawasan oleh pemerintah daerah belum mempertimbangkan resiko. Itu terlihat dari beberapa daerah yang tidak memiliki rencana dan pemetaan masalah dalam pembuatan kegiatan pengawasan. Pengawasan yang dilakukan belum sepenuhnya mencakup evaluasi atas kesesuaian APBDes dengan skala prioritas penggunaan Dana Desa dan tidak memuat tindak lajut perbaikan dalam laporan pengawasan. Tapi itu dalam aspek pembinaan dan pengawasan.

Lalu apakah dalam rentang lima tahun ini, atau sejak tahun 2015 sampai 2019 dana yang disalurkan kepada pemerintah desa itu belum mampu memberi manfaat yang berarti bagi masyarakatnya? Rupanya masalah utama pembangunan di desa tidak sekedar berharap mendapat bantuan dana pusat yang diterima desa setiap tahun itu. Di titik ini pemerintah desa dituntut untuk bekerja lebih kreatif dan mampu melahirkan sesuatu yang inovatif untuk menggerakkan roda perekonomian desa.

Pemerintah desa harus keluar dari kebiasaan lama yang hanya berfokus pada sistem pelaporan dan pertanggungg jawaban kegiatan desa. Kebiasaan itu justru mengekang gagasan, kreativitas, serta inovasi pemerintah desa dalam bekerja. Pada beberapa kasus, kepala desa tidak mampu berbuat banyak ketika ada intervensi pihak eksternal yang juga ingin menikmati kue dari Dana Desa. Ada pihak-pihak yang datang dan memanfaatkan desa sebagai ladang proyek. Mereka tahu, di desa mereka bisa mendapatkan jatah dan porsi proyek lebih leluasa.    

Pada situasi seperti itu pemerintah desa dituntut untuk mengubah cara pandang pembangunan yang berorientasi proyek kepada kegiatan-kegiatan produktif dan dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan elemen masyarakat, tanpa harus menggeser nilai-nilai kearifan lokal yang mereka miliki sejak lama. Dengan kearifan lokal, akan tumbuh banyak keteladanan dan kebijaksanaan di desa.

***

Kini desa Pujon Kidul menjadi magnet dari para wisatawan. Pemerintah desa berhasil mengubah wajah desa itu menjadi desa wisata dengan ragam wahana. Tidak hanya itu, pengelola wisata juga memberi edukasi kepada pengunjung, seperti kegiatan memerah susu Sapi, menunggangi Kuda, hingga menjual produk-produk pertanian. Tercatat, rata-rata jumlah pengunjung mencapai 3.000 saat hari kerja, dan 5.000 pengunjung di saat hari libur.

Sejak desa Pujon Kidul menjadi desa wisata, masyarakat memiliki banyak usaha tambahan. Anak-anak muda mulai kembali ke desa dengan menjaga homestay, menyewakan Kuda, hingga menjadi pemandu untuk mengenalkan nuansa asri desa kepada setiap pengunjung.

Di sinilah keberhasilan Pujon Kidul melakukan inovasi. Program pemerintah desa memberi efek domino, yang kemudian merambah ke sektor-sektor lain. Udi Hartoko, kepala desa Pujon Kidul mampu memanfaatkan potensi desa dengan menggerakkan seluruh masyarakat. Potensi itu terhampar di desa yang memiliki luas 330 hektare. Kepala desa melihat ada potensi ekonomi di lahan masayarakat. Ia lalu menjadikan perkebunan masyarakat sebagai spot wisata, seperti wisata petik Apel dan sayur-sayuran, sehingga memberi pemasukan bagi petani di desa.

Menurut Udi Hartoko, prinsip mengembangkan BUMDes tak hanya menjadikan BUMDes sebagai sumber penghasilan untuk meningkatkan omset atau PADes. Prinsip yang utama adalah bagaimana BUMDes dapat memberi dampak kepada aktivitas ekonomi masyarakat. Prinsip inilah yang menjadi pegangan desa Pujon Kidul selama ini. Sebab jika hanya mengandalkan Dana Desa, butuh 21 tahun lamanya untuk menjadi desa yang maju. Makanya desa harus mandiri, dengan memanfaatkan berbagai potensi yang dimiliki untuk meningkatkan PADes melalui BUMDes.
“Jangan sampai BUMDes besar, masyarakat tidak bergerak. Jangan sampai jalan lurus, bagus, tetapi urbanisasi massif, kemiskinan tidak menurun, pengangguran juga demikian. Tapi bagaimana BUMDes ini berjalan bersama masyarakat, menata ekonomi yang memberikan dampak lebih luas kepada masyarakat.” (Udi Hartoko, Kepala Desa Pujon Kidul).
   

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts