Sejak pusat pemerintahan Kabupaten Agam pindah dari Bukittinggi ke Lubuk Basung, pemerintah daerah gencar membangun dan melakukan terobosan untuk memajukan Agam sebagai daerah yang kaya inovasi. Tercatat, saat ini ada 124 inovasi yang dibuat oleh masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Satu di antara inovasi itu adalah E-Voting Pilwana, atau pemilihan Wali Nagari (Kepala Desa) menggunakan sistem elektronik.
Metode
pemungutan suara secara elektronik untuk pemilihan Wali Nagari (E-Voting
Pilwana) telah diterapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Agam bekerjasama
dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mulai dari tahap pendampingan,
pelatihan tim teknis, sosialisasi ke masyarakat, sampai pelaksanaan pemilihan di
setiap Nagari.
***
Kita mungkin
sering menyaksikan atau pernah terlibat langsung dalam proses pemilihan di desa.
Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) secara konvensional kerap kali menimbulkan
konflik karena kecurangan masih sangat terbuka. Pemilihan secara konvensional juga
perlu waktu beberapa lama, karena setiap pemilih harus antri untuk melakukan
pencoblosan di bilik suara, sehingga waktu produktif mereka di tempat lain harus
tersita.
Pemilihan
secara konvensional butuh banyak waktu dan energi, karena prosesnya dilakukan
secara manual, tahap demi tahap. Bisa seharian orang-orang menghabiskan waktu
di TPS. Begitu juga dengan panitia yang menyelenggarakan pemilihan dan bertanggungjawab
demi tertib dan suksesnya sebuah pemilihan di desa. Tidak sedikit dari mereka
yang jatuh sakit karena kelelahan mengurus pemilihan.
Hampir seluruh
Nagari di Kabupaten Agam mulai menerapkan Pemilihan Wali Nagari (Pilwana) secara
E-Voting, biar masyarakat masih memiliki kesempatan ke sawah untuk memanen padi,
ke danau untuk menebar jaring, atau ke pasar untuk membuka lapak dagangan
setelah mereka menyumbangkan hak suara di TPS.
![]() |
Bupati Agam, Indra Catri bersama istri |
Masyarakat
hanya butuh beberapa menit untuk memilih secara E-Voting. Pemilih tinggal
menunjukkan kartu identitas (KTP), panitia kemudian melakukan validasi, setelah
itu diberi kartu dan diarahkan ke bilik suara yang di situ tersedia perangkat komputer.
Berbeda dengan
metode coblos, sistem E-Voting memiliki perintah hanya dengan menekan layar komputer
untuk memilih calon pemimpin mereka. Setelah memilih, masyarakat diberi struk
sebagai bukti bahwa proses memilih telah selesai mereka lakukan. Cara itu sama
seperti kita berbelanja atau melakukan transaksi keuangan di ATM.
Pada akhirnya,
pemilihan secara E-Voting selain hemat biaya dan waktu, juga bisa mengubur
budaya konflik masyarakat, dapat menutup kecurangan di setiap pemilihan karena
semua proses dilakukan secara transparan dan hasil perhitungan suara bisa diketahui
dalam waktu cepat.
Beberapa daerah
lain juga sudah menerapkan pemilihan secara E-Voting untuk pemilihan kepala
desa. Kabupaten Sleman sudah melakukan sosialisasi sejak Oktober tahun lalu
untuk menghadapi Pilkades serentak pada Maret tahun ini. Begitu juga dengan
Pilkades di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Kabupaten
Magetan, Jawa Timur, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Bantaeng, Sulawesi
Selatan.
Daerah-daerah
itu telah menunjukkan kemampuannya dalam memanfaatkan teknologi, masyarakatnya
ingin keluar dari ketertinggalan. Daerah-daerah itu menginginkan pesta demokrasi
di desa-desa dapat berjalan secara adil dan jujur, tanpa konflik dan
pengrusakan di sana-sini. Tak ada lagi kecurangan dalam proses pemilihan di
tingkat desa, juga tak ada lagi kandidat yang melakukan provokasi ketika kalah
bertarung.
Dengan metode
E-Voting, masyarakat lebih gampang dan cepat dalam memilih, mereka tidak lagi
melubangi kertas suara yang nantinya akan ditukar dengan uang kertas. E-Voting
mungkin bisa mengurangi transaksi jual beli suara yang sudah membudaya sejak
turun-temurun.