Thursday, March 12, 2020

Inovasi Daerah: E-Voting Kabupaten Agam



Sejak pusat pemerintahan Kabupaten Agam pindah dari Bukittinggi ke Lubuk Basung, pemerintah daerah gencar membangun dan melakukan terobosan untuk memajukan Agam sebagai daerah yang kaya inovasi.  Tercatat, saat ini ada 124 inovasi yang dibuat oleh masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Satu di antara inovasi itu adalah E-Voting Pilwana, atau pemilihan Wali Nagari (Kepala Desa) menggunakan sistem elektronik.

Metode pemungutan suara secara elektronik untuk pemilihan Wali Nagari (E-Voting Pilwana) telah diterapkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Agam bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mulai dari tahap pendampingan, pelatihan tim teknis, sosialisasi ke masyarakat, sampai pelaksanaan pemilihan di setiap Nagari.

***

Kita mungkin sering menyaksikan atau pernah terlibat langsung dalam proses pemilihan di desa. Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) secara konvensional kerap kali menimbulkan konflik karena kecurangan masih sangat terbuka. Pemilihan secara konvensional juga perlu waktu beberapa lama, karena setiap pemilih harus antri untuk melakukan pencoblosan di bilik suara, sehingga waktu produktif mereka di tempat lain harus tersita.

Pemilihan secara konvensional butuh banyak waktu dan energi, karena prosesnya dilakukan secara manual, tahap demi tahap. Bisa seharian orang-orang menghabiskan waktu di TPS. Begitu juga dengan panitia yang menyelenggarakan pemilihan dan bertanggungjawab demi tertib dan suksesnya sebuah pemilihan di desa. Tidak sedikit dari mereka yang jatuh sakit karena kelelahan mengurus pemilihan.

Hampir seluruh Nagari di Kabupaten Agam mulai menerapkan Pemilihan Wali Nagari (Pilwana) secara E-Voting, biar masyarakat masih memiliki kesempatan ke sawah untuk memanen padi, ke danau untuk menebar jaring, atau ke pasar untuk membuka lapak dagangan setelah mereka menyumbangkan hak suara di TPS.

Bupati Agam, Indra Catri bersama istri
Masyarakat hanya butuh beberapa menit untuk memilih secara E-Voting. Pemilih tinggal menunjukkan kartu identitas (KTP), panitia kemudian melakukan validasi, setelah itu diberi kartu dan diarahkan ke bilik suara yang di situ tersedia perangkat komputer.

Berbeda dengan metode coblos, sistem E-Voting memiliki perintah hanya dengan menekan layar komputer untuk memilih calon pemimpin mereka. Setelah memilih, masyarakat diberi struk sebagai bukti bahwa proses memilih telah selesai mereka lakukan. Cara itu sama seperti kita berbelanja atau melakukan transaksi keuangan di ATM.

Pada akhirnya, pemilihan secara E-Voting selain hemat biaya dan waktu, juga bisa mengubur budaya konflik masyarakat, dapat menutup kecurangan di setiap pemilihan karena semua proses dilakukan secara transparan dan hasil perhitungan suara bisa diketahui dalam waktu cepat.

Beberapa daerah lain juga sudah menerapkan pemilihan secara E-Voting untuk pemilihan kepala desa. Kabupaten Sleman sudah melakukan sosialisasi sejak Oktober tahun lalu untuk menghadapi Pilkades serentak pada Maret tahun ini. Begitu juga dengan Pilkades di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.  

Daerah-daerah itu telah menunjukkan kemampuannya dalam memanfaatkan teknologi, masyarakatnya ingin keluar dari ketertinggalan. Daerah-daerah itu menginginkan pesta demokrasi di desa-desa dapat berjalan secara adil dan jujur, tanpa konflik dan pengrusakan di sana-sini. Tak ada lagi kecurangan dalam proses pemilihan di tingkat desa, juga tak ada lagi kandidat yang melakukan provokasi ketika kalah bertarung.

Dengan metode E-Voting, masyarakat lebih gampang dan cepat dalam memilih, mereka tidak lagi melubangi kertas suara yang nantinya akan ditukar dengan uang kertas. E-Voting mungkin bisa mengurangi transaksi jual beli suara yang sudah membudaya sejak turun-temurun.

0 komentar:

Post a Comment

Popular Posts